BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perlu diketahui bahwa pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu Negara sangat ditentukan oleh banyak factor, baik internal (domestik) maupun eksternal (global). Faktor-faktor internal, diantaranya adalah kondisi fisik (termasuk iklim), lokasi geografi, jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, social dan budaya, sistem politik serta peran pemerintah di dalam ekonomi. Sedangkan, faktor-faktor eksternal di antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta keamanan global.
Akan tetapi, untuk dapat memahami sepenuhnya sifat proses dan pola pembangunan ekonomi di suatu Negara serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya selama kurun waktu tertentu atau untuk memahami kenapa pengalaman suatu Negara dalam membangun ekonominya berbeda dengan Negara lain, maka perlu juga diketahui sejarah ekonomi dari Negara itu sendiri.
Maka melalui tugas ini kami ingin mengetahui tentang “Perekonomian Indonesia Pada Masa Transisi”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas maka di rumuskan permasalahan sebagai berikut: " Bagaimana Perekonomian Indonesia Pada Masa Transisi? ".
1.3 Rumusan Masalah
Selanjutnya penulis menghasilkan suatu konsekuensi yang terangkum dalam pertanyaan sebagai berikut :
1.3.1 Bagaimana Perekonomian Indonesia pada masa Pemerintahan Transisi?
1.3.2 Bagaimana Biaya sosial pada masa Pemerintahan Transisi?
1.3.3 Bagaimana keadaan ekonomi Indonesia pada masa Presiden BJ Habibie
1.3.4 Bagimana peran pemerintah dalam menyikapi masa transisi?
1.4 Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang dipaparkan diatas maka yang menjadi tujuan dalam tugas ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Untuk mengetahui Perekonomian Indonesia pada masa Pemerintahan Transisi
1.4.2 Untuk mengetahui Biaya sosial pada masa Pemerintahan Transisi
1.4.3 Untuk mengetahui Ekonomi Indonesia pada Masa Presiden BJ Habibie
1.4.4 Untuk mengetahui peran pemerintah dalam menyikapi masa transisi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perekonomian Indonesia Pada Masa Transisi
Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’ karena mereka para investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Pemerintan Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS.
Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.950 per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp 2.682 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2.655 per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan Januaru-Februari sempat menembus Rp 11.000 per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu dolar AS.
Nilai tukar rupiah terus melemah, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah konkret, antaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 Triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja. Pada tanggal 8 Oktober 1997, pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF.
Pada Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan keuangan pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS. Pemerintah juga mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat sehinnga hal itu menjadi awal dari kehancuran perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah yang akhirnya menjelma menjadi krisis ekonomi memunculkan suatu krisis politik. Pada awalnya, pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto akhirnya digantikan oleh wakilnya, yakni B.J. Habibie. Walaupun, Soeharto sudah turun dari jabatannya tetap saja tidak terjadi perubahan-perubahan nyata karena masih adanya korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga pada masa Presiden Habibie masyarakat menyebutnya pemerintahan transisi.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut:
•Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp 2500 menjadi Rp 2650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
•Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang kemudian memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
•Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan.
2.2 Biaya Sosial Pada Masa Transisi
Biaya sosial yang didapat rakyat semakin besar jika masa transisi semakin lama. Pada saat ini saja sudah dapat disaksikan betapa besarnya penderitaan rakyat akibat berbagai kebijakan ekonomi yang dihasilkan di masa transisi. Keluarga yang mendaftarkan diri sebagai keluarga miskin bertambah menjadi 10 juta keluarga. Setelah melalui verifikasi pemerintah, hanya 2,5 juta keluarga yang berhak menerima bantuan langsung tunai (BLT). Sebelumnya sudah ada 15 juta keluarga yang menerima BLT. Dengan demikian total keluarga yang akan mendapat BLT adalah 17,5 juta. Jika yang 15 juta ditambahkan dengan 10 juta keluarga yang mengusulkan mendapat BLT maka akan ada 25 juta keluarga miskin di Indonesia. Jika diasumsikan setiap keluarga terdiri dari 4 orang maka jumlah orang miskin adalah sebesar 100 juta jiwa.
Sementara jumlah keluarga yang berada di atas kriteria keluarga miskin jumlahnya juga tidak sedikit. Disamping itu kriteria keluarga miskin juga masih bisa diperdebatkan mengingat selama ini pengertian miskin oleh pemerintah belum sesuai dengan realitas di masyarakat. Keluarga miskin dicirikan dengan rumah kayu atau non tembok dan tidak memiliki televisi. Padahal keluarga yang rumahnya tembok dan memiliki televisi banyak juga yang tergolong miskin karena mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya dan sulit memenuhi biaya kesehatan serta sulit memnuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Paradoks antara perkembangan demokrasi dan peningkatan jumlah penduduk miskin adalah hasil dari semakin panjangnya masa transisi yang harus dilalui bangsa Indonesia. Tidak pernah terpikirkan kapan bisa berakhir. Hal ini juga sangat tergantung kepada pemerintah karena konsekuensi dari pemilihan periden langsung adalah timbulnya hak presiden menjabarkan visi pemerintahannya. Jika pemerintah terjebak kepada dinamika politik yang berkembang, maka bisa diramalkan transisi akan lebih panjang. Ini mengakibatkan tumpulnya kepekaan terhadap kesulitan ekonomi rakyat.
Memburuknya kinerja ekonomi, suburnya praktik korupsi, dan suasana politik yang centang perenang selama 10 tahun reformasi memaksa rakyat kembali berpaling pada Soeharto. Baik tidak baik, Soeharto lebih baik. Semiskin-miskinya era soeharto, rakyat tidak pernah antre minyak tanah dan minyak goreng serta kesulitan membeli tahu dan tempe.
Soeharto berhasil membangun pertanian dan manufaktur. Ia mampu membalikan posisi Indonesia sebagai Importir beras terbesar di dunia menjadi eksportir beras. Pembangunan sistematis terarah lewat pelita demi pelita berhasil menurunkan angka kemiskinan, buta, kematian dan laju pertumbuhan penduduk.
2.3 Ekonomi Indonesia pada Masa Presiden BJ Habibie
Presiden BJ Habibie adalah presiden pertama di era reformasi. Dalam periode awal menjabat presiden beliau masing dianggap berbau rezim Orde Baru dan kepanjangan dari tangan Soeharto, maklum dia adalah salah satu orang yang paling dekat dan di percaya oleh Soeharto. Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto termasuk keadaan ekonomi Indonesia yang mengalami keterpurukan yang otomatis menyebabkan kesejahteraan rakyat makin menurun. Sebelum berpikir jauh, alangkah baiknya mengetahui dari definisi ekonomi itu sendiri. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani oikos yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan nomos, atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.”. Menurut Bapak Ekonomi yaitu Adam Smith (1723 – 1790) dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation, biasa disingkat The Wealth of Nation, yang diterbitkan pada tahun 1776 Ilmu ekonomi adalah Bahan kajian yang mempelajari upaya manusia memenuhi kebutuhan hidup di masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Jadi bagaimana kebijakan Habibie dalam kepemimpinannya untuk meningkatkan dan memenuhi kebutuhan hidup rakyat Indonesia, inilah yang jadi pembahasan.
Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Ini adalah kesalahan Pemerintah Orde Baru yang mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di Masyarakat Indonesia yang merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang tergolong masih rendah. Dan ujung-ujungnya masyarakat miskin Indonesia menjadi bertambah dan bertambah pula beban pemerintah dalam mendongkrak perekonomian guna meningkatkan kesejehteraan rakyat. Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Langkah pertama yang dilakukan BJ Habibie dalam mengatasi krisis ekonomi Indonesia antara lain mendapatkan kembali dukungan dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mulai positif pada Triwulan I dan II tahun 1999. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia mengalami pemulihan. Untuk mewadahi reformasi ekonomi telah diberlakukan beberapa Undang-Undang yang mendukung persaingan sehat, seperti UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat dan UU Perlindungan Konsumen. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persai ngan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sedangkan Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Dan semuanya berdasarkan kepada asas Demokrasi Ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Serta untuk mecapai tujuan menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
Pengembangan ekonomi kerakyatan yang dalam rangka memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan memperkuat ketahanan ekonomi sosial penekanannya adalah pada usaha kecil, menengah dan koperasi menjadi salah satu perhatian utama. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar pada awal terjadinya krisis moneter dan utang luar negeri yang jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi (penyusutan) rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk memperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
1.Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
•Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
•Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
•Mengatur dan mengawasi Bank
2.Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.
3.Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8000 dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp. 6500 per dollar AS di akhir masa pemerintahnnya.
4.Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Pada tanggal 15 januari 1998 (masih orde baru ) Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF. Salah satunya adalah memberikan bantuan (pinjaman) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan konsekuensi diterbitkannya kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Kepres No.26/1998 dan Kepres No.55/1998. Keppres itu terbit setelah sebelumnya didahului munculnya Surat Gubernur BI (Soedradjad Djiwandono, ketika itu) tertanggal 26 Desember 1997 kepada Presiden dan disetujui oleh Presiden Soeharto sesuai surat Mensesneg No.R 183/M.sesneg/12/19997. Atas dasar hukum itulah Bank Indonesia melaksanakan penyaluran BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) kepada perbankan nasional. Total BLBI yang dikucurkan hingga program penyehatan perbankan nasional selesai mencapai Rp144,5 triliun, dana itu tersalur ke 48 bank.
Pada tahun 1999 di zaman Presiden BJ Habibie sebanyak 48 Bankir penerima BLBI melakukan penyelesaiaan settlement aset atas BLBI yang diterimanya melalui berbagai macam perjanjian dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang terdiri dari lima bankir mengikat perjanjian dengan skema Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) dimana nilai aset yang diserahkan kepada pemerintah sama dengan total hutang BLBI yakni sebesar Rp89,2 triliun, tiga bankir menyelesaikan utang dengan mengikat perjanjian Master of Refinancing and Notes Issuence Agreement (MRNIA) dimana nilai aset lebih kecil dibandingkan hutang BLBI yang diterima sehingga harus ditambah personal guarantee dengan total utang BLBI sebesar Rp22,7 triliun.Selain itu terdapat 25 bankir mengikat perjanjian penyelesaian hutang melalui skema Akte Pengakuan Utang (APU) sebesar Rp20.8 triliun, sementara 15 bankir semua asetnya langsung ditangani oleh Bank Indonesia yang sampai hari ini belum jelas pertanggung jawabannya sebesar Rp11,8 triliun. Jadi untuk MSAA dan MRNIA saja sudah 77 % mewakili penyelesaain BLBI. Khusus untuk perjanjian APU tidak semua menandatanganinnya di era Presiden Habibie, sebagian di era Presiden Abdurahman ‘Gusdur’ Wahid, sebagian lagi dimasa Presiden Megawati. Sementara sebagian yang tidak kooperatif dan diserahkan kepolisi pada masa pemerintahan Megawati jumlahnya delapan orang, diantarannya Atang Latief (Bank Bira), James Januardy (Bank Namura), Ulung Bursa (Lautan Berlian).
Beberapa keberhasilan ekonomi di era Habibie sebenarnya tidak lepas dari usaha kerja keras para kabinetnya yang reformis. Namun, perlu disadari bahwa Habibie bukanlah presiden yang benar-benar reformis dalam menolak kebijakan ekonomi ala IMF. Dengan keterbatasannya, beliau terpaksa menjalani 50 butir kesepakatan (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF, sehingga penangganan krisis ekonomi di Indonesia pada hakikatnya lebih pada penyembuhan dengan “obat generik”, bukan penyembuhan ekonomi “terapis” ataupun “obat tradisional”. Sehingga ketika meninggalkan tampuk kekuasaan, Indonesia masih rapuh. Disisi lain, Habibie masih sangat mempercayai tokoh-tokoh Orde baru duduk di kabinetnya, padahal masyarakat menuntut reformasi. Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan dirinya sebagai Presiden Transisi, bukan Presiden yang Reformis.
2.4 Peran Pemerintah Dalam Masa Transisi
Masa transisi yang panjang perlu disikapi dengan melihat kebijakan ekonomi apa yang bisa mengeluarkan rakyat dari jebakan masa transisi. Jebakan transisi menumbuhkembangkan birokrasi yang kurang peka terhadap kesulitan ekonomi rakyat. Untuk itu perlu adanya lembaga di luar birokrasi yang mampu memberikan pencerahan ekonomi seperti halnya kemunculan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa memberikan sedikit pencerahan dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Zakat adalah potensi yang selama ini belum tergarap secara optimal. Sosialisasinya masih sangat minim. Meskipun masyarakat Indonesia adalah mayoritas muslim, namun kesadaran dan pengetahuan tentang kewajiban zakat relatif masih kurang. Di tengah carut marut masa transisi, sosialisasi zakat perlu diperkuat agar terjadi distribusi aset dalam skala ekonomi yang besar.
Untuk itu perlu dibuat lembaga yang menangani zakat yang anggotanya diseleksi dan diuji kelayakan dan kepatutan di depan DPR agar didapatkan personil yang mampu mengelola masalah zakat dengan baik serta mendapatkan dukungan dari pemerintah baik berupa dana maupun lainnya.
Pemerintah perlu diberikan masukan yang intensif untuk masalah ini agar terbuka pemikirannya untuk memperbaiki ekonomi rakyat. Kebijakan memperbaiki ekonomi rakyat tak lepas dari upaya pengurangan jumlah kemiskinan. Pada masa tansisi ini, rakyat miskin menjadi pihak yang paling merasakan akibat kebnijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM yang menyebabkan inflasi tinggi.
Program pemerintah bagi orang miskin masih kurang efektif akibat birokrasi yang kurang peka terhadap beban penderitaan rakyat, namun di sisi lain diakui distribusinya sudah lebih baik dan ada niat baik dari pemerintah. Untuk itulah pembentukan Komisi Zakat Nasional diperlukan agar adanya lembaga yang memfokuskan diri serta peka terhadap masalah kemiskinan.
Di masa transisi ini, di tengah dominannya masalah politik, perhatian kepada orang miskin masih kurang. Ini dapat dilihat dari kebijakan ekonomi yang tercermin di APBN. Maka mau tak mau perlu ada dana yang berasal dari luar APBN. Zakat adalah salah satu sumber dana yang potensial. Sumber dana lain tentunya ada juga, namun perlu ada pihak yang mengemukakan hal ini agar publik dan pemerintah mengetahuinya.
Zakat adalah salah satu bentuk redistribusi aset yang memiliki nilai spriritual. Dengan jumlah orang Islam yang besar, potensi zakat juga besar. Penyaluran zakat yang berskala ekonomi akan membantu pemberdayaan orang miskin sehingga mereka bisa mandiri dan melepaskan ketergantungan dari bantuan zakat. Dengan demikian kelak mereka bisa menjadi pembayar zakat. Jika ini sudah terjadi, pada gilirannya akan membantu kebijakan ekonomi pemerintah.
Di masa transisi ini, kebijakan ekonomi pemerintah lebih mengharapkan adanya investasi dari luar yang akan mendatangkan devisa, modal serta memberi peluang kerja kepada rakyat. Sayangnya, iklim investasi di Indonesia saat ini masih kurang menarik dibanding negara Asia Tenggara lainnya. Dengan adanya kebijakan zakat, jelas akan membantu pemerintah. Pemerintah perlu juga didorong agar komisi zakat nasional bisa memberikan hasil yang signifikan bagi pengurangan angka kemisknan dan memberikan efek muliplier bagi ekonomi.
Menyikapi masa transisi yang panjang ini, kemiskinan harus mendapat perhatian. Upaya pemerintah keluar dari krisis masih didominasi dominannya konflik kepentingan sehingga kepentingan nasional tidak berada di depan. Inilah yang menyebabkan berlarutnya masa transisi. Zakat adalah posisi yang masih belum digarap dengan baik dan dalam skala ekonomi, padahal ia tidak berbenturan dengan konflik kepentingan. Hanya saja diperlukan orang-orang yang mau menggerakkan hal ini, termasuk menyampaikannya kepada pemerintah. Dan jutaan rakyat miskinpun menanti tangan-tangan yang tulus ikhlas mengangkat mereka dari kesengsaraan yang berkepanjangan. Tangan yang di atas sangat dinantikan perannya untuk membantu tangan yang di bawah agar keberkahan turun di muka bumi.
Sebagian orang meyakini bahwa demokrasi dapat mengurangi bahkan memberantas kemiskinan. Namun di Indonesia, demokrasi yang kian mekar belum menunjukkan ke arah tersebut, bahkan timbul berbagai paradoks. Vietnam yang komunis, perekonomiannya mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik. Namun demikian, pilihan terhadap demokrasi yang sudah terlaksanan jangan sampai menghambat usaha-usaha pengoptimalan zakat. Bahkan sebaliknya, momentum demokratisasi harus mampu menjadi alat mengintensifkan pengurusan zakat dan permasalahannya.
Para pemimpin umat mesti menyikapi masa transisi ini dengan memberi perhatian yang besar kepada masalah kemiskinan. Masa transisi yang panjang yang diwarnai konflik kepentingan akan menjauhkan perhatian kepada masalah kemiskinan. Para pemimpin umat dapat memanfaatkan momentum demokrasi sebagai upaya pemihakan kepada rakyat miskin yang tidak hanya bertambah jumlahnya, akan tetapi semakin sulit memenuhi kebutuhan primernya.
Menyikapi masa transisi yang panjang hendaknya dengan mencari solusi yang bisa dimanfaatkan, disamping mengkritisi kebijakan ekonomi yang kadang jauh dari keberpihakan terhadap kesejahteraan rakyat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa transisi yang panjang perlu disikapi dengan melihat kebijakan ekonomi apa yang bisa mengeluarkan rakyat dari jebakan masa transisi. Jebakan transisi menumbuhkembangkan birokrasi yang kurang peka terhadap kesulitan ekonomi rakyat.
Fanatik yang berusaha menggulingkan pemerintahan mengatas-namakan demokrasi hanya akan mengulang krisis yang terjadi pada masa transisi pasca reformasi 1998. Setiap rezim pemerintahan memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing tetapi apabila masyarakat tidak mau menerima kelemahannya dan terus menuntut pergantian dalam pemerintahan, program ekonomi yang telah direncakan tidak akan berjalan efektif dan kepentingan politik dalam pemerintahan akan makin memanas. Belum lagi adanya biaya sosial yang harus ditanggung dalam masa transisi.
Ketidak jelasan sistem politik-ekonomi Indonesia dalam masa transisi merupakan kelemahan Indonesia dalam menghadapi perkembangan dunia saat ini. Jika ditanya apa sistem politik-ekonomi Indonesia, orang menjawab bukan marksis, bukan sosialis, bukan ini dan bukan itu. Sistem politik dan ekonomi Indonesia selama ini tidak jelas karena terus berubah di setiap pergantian pemimpin. Hal inilah yang menurutnya membuat perkembangan ekonomi Indonesia tidak bisa berkembang cepat. Sementara negara lain sedang sibuk mengembangkan ilmu pengetahuannya, Indonesia justru terus mengalami perubahan sistem politik dan ekonomi yang terus berubah di tiap pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
http://adamakalahlengkap.blogspot.co.id/2016/01/perekonomian-indonesia-pada-masa.html
Hendrojogi, 2004, Koperasi: Asas-asas, Teori dan Praktik. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada
Honna, Jun. Military Politics and Democratization In Indonesia. USA: Routledge, 2005
Jusuf, Ester Indahyani. Kerusuhan Mei 1998 ; Fakta, Data, dan Analisa. Yayasan TIFA, 2008.
Kivlan, Zen. Konflik Dan Integrasi TNI-AD. Jakarta: Institute for Policy Studies, 2004
Pratiknya,Ahmad Watik. Pandangan dan Langkah Reformasi B. J. Habibie. Sekertariat Wakil Presiden, 2000.
Ricklefs, M. C. . Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2008. Jakarta: Serambi, 2008
Winarno, Budi. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007
Wiranto. Bersaksi di Tengah Badai. Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia, 2003
Zon, Fadli . Politik Huru – Hara Mei 1998. Jakarta: Institute for Policy Studies, 2004
No comments:
Post a Comment