Thursday 28 January 2016

Landasan Psikologis Dalam Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan tugas mata kuliah Landasan Pendidikan dengan pokok bahasan Landasan Psikologis dalam Pendidikan. Sehubungan dengan pentingnya mengetahui tentang landasan psikologis dalam pendidikan maka pembahasan yang kami lakukan sangat perlu untuk dibincangkan. Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang seluk beluk landasan pendidikan termasuk landasan psikologis dalam pendidikan.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh sebab itu, pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik itu prinsip perkembangannya maupun arah perkembangannya. Sehingga, psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.  Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobjek formal perilaku manusia, yang berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam berbagai latar.

B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.Apakah pengertian landasan psikologis dalam pendidikan?
2.Bagaimanakah implikasi landasan psikologi dalam pendidikan?

C.Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berkut:
1.Untuk mengetahui definisi landasan Psikologi dalam pendidikan.
2.Untuk mengetahui bagaimana implikasi landasan psikologi dalam pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Psikologi Pendidikan
Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu dalam upaya mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (Yudhawati dan Dani Haryanto, 2011:1).
•Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
•Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah dalam pendidikan. Kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupan baik yang tampak maupun tidak tampak, seperti perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Sugihartono dkk (dalam Irham dan Novan, 2013:19) pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik untuk mengubah tingkah laku manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut melalui proses pengajaran dan pelatihan. Dengan demikian pendidikan merupakan usaha manusia mengubah prilaku menuju kedewasaan dan mandiri melalui kegiatan yang direncanakan dan sadar dengan pembelajaran yang melibatkan pendidik dan peserta didik.
Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja & Sulo, 2008: 106). Kecerdasan umum (intelegensi) atau kecerdasan dalam bidang tertentu (bakat) dipengaruhi oleh kemampuan potensial, namun kemampuan potensial itu hanya akan aktual apabila dikembangkan dalam situasi yang kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena adanya pengalaman.
Definisi psikologi pendidikan menurut Whiteringtone (dalam Irham dan Novan, 2013:18) adalah sebuah studi yang sistematis tentang faktor-faktor dan proses kejiwaan yang berhubungan dengan pendidikan manusia. Sebagai cabang ilmu psikologi, psikologi pendidikan mempelajari tentang penerapan berbagai teori-teori psikologi dalam dunia pendidikan terhadap peserta didik dan pendidik dalam proses pembelajaran. Aplikasi dalam praktik proses pembalajaran diwujudkan dalam usaha-usaha yang dilakukan pendidik untuk memunculkan sikap dan prilaku diharapkan, atau mengurangi bahkan menghilangkan sikap dan prilaku yang tidak diinginkan pada peserta didik selama proses pembelajaran.
Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.

B.Psikologi Belajar
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku.  Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Definisi Belajar “ Learning is a change in human disposition or capability that persist over a periode of time and is not simply ascribable to proccess” atau belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. (Gagne, 1985 dalam Modul UT, 2004:1.2).
Belajar adalah perubahan prilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut:
1.Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.
2.Pengulangan, situasi dan respon anak  diulang-diulang atau dipraktikkan agar belajar lebih sempurna dan lebih tahan lama diingat.
3.Penguatan, respons yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respons itu.
4.Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar
5.Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktifitas anak-anak.
6.Ada upaya membangkitkan ketrampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar.
7.Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam faktor dalam pengajaran.
8.Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pengajaran.

Tiga poin pertama merupakan faktor-faktor eksternal dan poin ke-4 sampai poin 8 merupakan faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Faktors eksternal lebih banyak ditangani oleh guru, sedangkan faktor internal dikembangkan sendiri oleh anak dibawah arahan dan strategi mengajar dalam mendidik.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
Teori belajar yang telah disusun secara sistematik (Callahan 1983, dalam Made Pidarta 2013) adalah sebagai berikut :
a.Teori Belajar Klasik:
1.Teori Belajar Disiplin mental Theistik berasal dari Psikologi Daya atau Psikologi Fakulti. Menurut teori ini individu atau anak memiliki sejumlah daya mental seperti pikiran, ingatan, perhatian, kemampuan, keputusan, observasi, tanggapan, dan sebagainya. Masing-masing daya ini dapat ditingkatkan kemampuannya melalui latihan-latihan. Sehingga belajar juga kadang disebut melatih daya.
2.Teori Belajar Disiplin Mental Humanistik bersumber dari aliran Psikologi Humanistik Klasik ciptaan Plato dan Aristoteles. Teori ini sama seperti teori disiplin Theistik, semakin sering melatih daya, maka daya akan semakin kuat, dengan daya yang kuat, kemampuan memecahkan berbagai permasalahan, yang berbeda hanya pada proses latihannya. Pada Disiplin Theistik, melatih daya anak hanya pada bagian demi bagian dari potensi anak, Disiplin Humanistik menekankan pada keseluruhan sebagai potensi individu secara utuh.
3.Teori Belajar Naturalis atgau Aktualisasi diri pangkal dari Psikologi Naturalis Romantik yang dipimpin oleh Rousseau. Menurut teori ini setiap anak memiliki sejumlah potensi atas kemampuan.  Kemampuan pada anak selain dilatih oleh guru, harus dikembangkan oleh anak itu sendiri. guru dan lingkungan harus menciptakan siatuasi yang permisif atau rileks, sehingga anak dapat berkembang secara bebas dan alami.
4.Teori Belajar Apersepsi berasal dari Psikologi Struktur ciptaan Herbart. Psikologi memandang, jiwa manusia merupakan struktur yang bisa berubah dan bertambah melalui belajar.  Belajar adalah memperbanyak asosiasi-asosiasi sehingga membentuk struktur baru dalam jiwa anak atau dengan kata lain disebut belajar membentuk apersepsi.

Langkah-langkah belajar menurut Herbart, sebagai berikut:
1.Pendidik harus mengadakan persiapan dengan cermat
2.Pendidikan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga anak-anak merasa jelas memahami pelajaran itu, yang memudahkan asosiasi-asosiasi baru terbentuk.
3.Asosiasi-asosiasi baru terbentuk antara materi yang dipelajari dengan jiwa atau apersepsi anak yang telah ada.
4.Mengadakan generalisasi, pada saat ini terbentuklah suatu struktur baru dalam jiwa anak.
5.Mengaplikasi pengetahuan yang baru didapat agar struktur terbentuk semakin kuat.

b.Teori belajar Modern: (Teori Belajar Behaviorisme & Kognisi)
1.Teori Belajar Asosiasi atau R.S. Bond, teori ini dicetuskan oleh kelompok Behavioris, dengan tokoh terkenalnya Thorndike. Menurut teori ini, belajar akan terjadi jika ada kontak hubungan  antara orang bersangkutan dengan benda-benda yang diluar. Karena itu kelompok ini juga menamakan  R.S Bond, R adalah respons orang bersangkutan, S adalah S adalah Stimulus dari luar diri seseorang dan Bond adalah hubungan atau asosiasi. Psikologi ini juga disebut psikologi Koneksionisme atau Asosiasisme.

Tiga hukum belajar menurut Thorndike, yaitu:
a.Hukum Kesiapan, artinya setiap anak harus disiapkan terlebih dahulu sebelum menerima pelajaran baru. Kesiapan anak itu terjadi pada sistem urat syaraf, karena semakin anak siap hubungan antara stimulus dan respon akan semakin mudah terbentuk.
b.Hukum Latihan atau Pengulangan. Hubungan antara stimulus dan respon akan semakin mudah dibentuk bila hubungan itu terus diulang dan dilatih.
c.Hukum Dampak. Hubungan antara stimulus dan respons akan terjadi bila hubungan itu memberikan dampak menyenangkan.

2.Teori belajar Pengkondisian Instrumental berawal dari teori belajar Pengkondisian Klasik. Tokoh yang terkenalnya adalah Watson dan Thorndike. Menurut teori ini belajar adalah masalah melekatkan atau menguatkan  respons yang benar dan menyisihkan respons yang salah akibat pemberian hadiah dan tidak dihiraukannya konsekuansi respons yang salah. Respons yang benar diulang-ulang terus sehingga melekat betul pada anak-anak.

3.Teori Pengkondisian Operan. Teori ini dikenalkan oleh Skinner. Teori Pengkondisian Instrumental memberi kondisi sebelum sebelum respon, teori Pengkondisian Operan memberikan kondisi sesudah terjadinya respon.

4.Teori Belajar Penguatan atau Reinforcement. Teori ini lahir dari Psikologi reinforcement dipimpin oleh Hull. Prinsipnya teori ini sama dengan teori Pengkondisian Operan, teori ini member penguatan pada respon-respon yang benar sesuai harapan. Misal jika anak mendapat nilai tinggi, dipuji atau diberi hadiah atau penghargaan. Kondisi diberikan untuk menguatkan respon yang sudah benar agar dilakukan lagi dan ditingkatkan.
Ada dua teori penguatan, yaitu:
a.Penguatan positif, setiap stimuls dapat memantapkan respon pada Penkondisian Instrumental, dan setiap hadiah dapat memantapkan respons pada Pengkondisian Operan.
b.Penguatan Negatif, Setiap stimulus dihilangkan untuk memantapkan respon terjadi. Misal tidak memberikan tugas-tugas yang terlalu berat, agar siswa rajib belajar.

Perbedaan penguatan Positif dan negatif dengan hukuman, penguatan (positif-negatif) memberikan stimulus positif atau menghilangkan stimulus negatif. Sedangkan hukuman memberikan stimulus negatif atau penghilangan stimulus positif.
Keempat teori dari teori modern diatas adalah dikelompokkan dalam teori belajar behaviorisme. Pada hakikatnya teori behaviorisme hanya ada dua, yaitu teori Pengkondisian Instrumental dan teori Pengkondisian Operan. Teori ini banyak dilihat pada pengembangan tingkah laku seperti rajin belajar, hidup tertatur, suka olah raga, dan sebagainya. Namun dalam hal memahami, memecahkan masalah, mengkreasikan dan sejenisnya cukup sulit dalam pelaksanaannya.
5.Teori belajar  Kognisi, diciptakan oleh Bruner (Connell, 1974 dalam Pidarta, 2013). Teori ini menekankan pada cara individ mengorganisasikan apa yang telah ia alami dan pelajari. Sistem pengorganisasian merupakan kunci untuk memahami tingkah laku seseorang dan sebagai alat untuk berpikir untuk memecahkan masalah. Pendidikan harus mengembangkan ketrampilan berpikir, untuk itu dibutuhkan pelajaran yang terorganisasi dan saling berhubungan satu dengan lain.
6.Teori Belajar Bermakna, diciptakan oleh Ausubel. Teori ini menekankan pada perorganisasian pengetahuan yang didapat. Organisasi atau struktur kognisi ini dipandang sebagai faktor utama dalam belajar dan mengingat  materi-materi baru yang bermakna.
7.Teori belajar Insight atau Gestalt, teori ini memandang anak-anak belajar mulai dari suatu yang umum atau keseluruhan. Anak-anak memandang situasi belajar sebagai satu kesatuan atau gestalt dan merespon terhadap keseluruhan itu merupakan suatu yang penting untuk memahaminya. Teori gestalt ini dicontohkan dalam hal memandang muka manusia, jika bagian dari muka manusia itu dilihat satu persatu satu, tidak akan mudah melihatnya sebagai muka manusia, namun jika dilihat secara keseluruhan, maka akan dengan cepat dapat mengatakan bahwa ini muka manusia. Dalam pendidikan, pendidik biasanya memakai teori gestalt dalam hal belajar membaca, menulis, berbicara dengan bahasa asing dan menggambar, dan hasilnya lebih cepat.
8.Teori Lapangan atau Field, teori ini dipelopori oleh Lewin. Lewin menjelaskan prilaku manusia melalui tata cara mereka merespon terhadap faktor-faktor lingkungan, terutama lingkungan sosial. Teori ini juga disebut Teori Ruang Kehidupan. Ruang kehidupan seseorang adalah psikologi tempat orang itu hidup. Ruang kehidupan tersebut berubah dari waktu ke waktu. Dengan menstruktur kembali kekuatan-kekuatan vektornya, seseorang dapat mengisi sesuatu kebutuhan dan menilai kembali situasi itu. Dengan cara ini lebih efektif  menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan. Belajar adalah usaha untuk menilai kembali dan mendapatkan kejelasan dari ruang kehidupan, sehingga ruang kehidupan berkembang atau berubah.
9.Teori belajar Tanda atau Sign, teori ini dipelopori oleh Tolman yang mengatakan bahwa perilaku mengarah pada tujuan. Belajar adalah harapan bahwa stimulus akan diikuti oleh situasi yang lebih jelas. Ini berarti belajar lebih konsen dengan pengertian daripada dengan pengkondisian. Istilah Sign  dapat diartikan muncul tanda-tanda atau kejelasan.
10.Teori belajar Fenomenologi, teori ini diciptakan oleh Snygg dan Combs, yang memandang individu itu berada dalam keadaan dinamis yang stabil dan memiliki persepsi bersifat fenomenologi. Prilaku ditentukan oleh psikologi atau kenyataan fenomenologi bukan kenyataan objektif yang dapat diamati oleh pancaindera. Belajar adalah proses wajar dan normal sebagai dimensi pertumbuhan dan perkembangan. Belajar adalah hasil perubahan persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan.
11.Teori belajar Konstruktifis adalah teori belajar yang membiasakan peserta didik bertindak seperti ilmuan. Peserta didik mencari sendiri ilmu dengan menganalisis fakta-fakta yang ada, kemudian mensintesis, lalu mengambil kesimpulan. Jadi mereka mengkonstruksi sendiri pengetahuan-pengetahuan mereka.
12.Teori belajar kuantum adalah teori belajar yang berusaha membuat peserta didik merasa antusias seperti halnya dalam kehidupann sehari-hari. Yang diperhatikan dalam pembelajaran adalah lingkungan kondusif, individualitas peserta didik, materi yang menantang, suasana wajar dan pendidik beserta peserta didik sama-sama merasa ditekan.

Dari uraian teori-teori belajar diatas, dapat disimpulkan,  sebagai berikut:
1.Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2.Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3.Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2013:210).

C.Kesiapan Belajar dan Aspek – aspek Individu
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Sementara itu kesiapan kognisi bertalian dengan pengetahuan, pikiran dan kualitas berfikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang baru. Kemampuan – kemampuan ini bergantung pada tingkat kematangan intelektual.   Latar belakang pengalaman, dan cara-cara pengetahuan sebelumnya distruktur (Connell, 1974).
Contoh kematangan intelektual antara lain adalah tingkat- tingkat perkembangan kognisi piaget yang telah diuraikan pada bagian psikologi perkembangan. Berkaitan dengan latar belakang pengalaman tersebut diatas, Ausebel mengatakan faktor yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa yang sudah diketahui anak. Sedangkan perihal menstruktur kognisi dalam banyak kasus para siswa dapat menstruktur kembali pengetahuannya untuk penyesuaian dengan materi-materi baru yang diterima pendidik. Akan tetapi pada kasus-kasus yang lain, struktur kognisi itu dipegang erat-erat sehingga membuat pendidik mencari pendekatan lain, agar anak-anak dapat menangkap materi pelajaran baru itu.
Connell (1974) menulis bahwa seumlah penelitian mengatakan motovasi atau kesiapan afeksi belajar di kelas bergantung kepada kekuatan motif atau kebutuhan berprestasi, orientasi motivasi itu sendiri, dan faktor-faktor situasional yang mungkin dapat membangunkan motivasi. Ciri-ciri motivasi yang mendorong untuk berprestasi adalah mengejar kompetensi, usaha mengaktualisasi diri, dan usaha berprestasi. Hal ini dikenal dengan istilah kebutuhan untuk berprestasi, salah satu kebutuhan dalam teori motivasi McCelland.
Pendekatan yang lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi motivasi adalah dengan program intervensi selama anak duduk di TK dan kelas-kelas awal di SD. Intervensi ini bisa dalam bentuk:
1.Memperbanyak ragam fasilitas di TK
2.Memberi kesempatan kepada orang tua untuk menyaksikan interaksi yang efektif di TK dan SD. Pola interaksi itu adalah:
a.Memberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan.
b.Membuat kegiatan-kegiatan berprestasi berhasil.
c.Menciptakan tujuan-tujuan yang menantang, tidak terlalu gampang atau terlalu sukar.
d.Memberi keyakinan untuk sukses serta menghargai kemampuan-kemampuannya.
e.Membuat setiap anak tertarik dan gemar belajar.

Kesaksian orang tua ini bisa menambah semangat anak-anak belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka.
Sesudah mendapatkan informasi tentang kesiapan belajar, baik kesiapan kognisi maupun kesiapan afeksi atau motivasi, kini tiba gilirannya untu membahas aspek-aspek individu. Dalam proses pendidikan peserta didiklah yang harus memegang peranan utama. Sebab mereka adalah individu yang hidup dan mampu berkembang sendiri. pendidikan harus memberlakukan dan melayani perkembangan mereka secara wajar.
Karena peserta didik sebagai individu, maka ada pula orang yang menyebutnya sebagai subjek didik. Mereka mampu melakukan kegiatan sendiri untuk mengembangkan dirinya masing-masing dengan menggunakan perlengkapan-perlengkapan yang mereka miliki.
Perlengkapan peserta didik sebagai subjek dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok:
1.Watak, ialah sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang hampir tidak dapat diubah.
2.Kemampuan umum atau IQ, ialah kecerdasan yang bersifat umum.
3.Kemampuan khusus atau bakat, ialah kemampuan tertentu yang dibawa sejak lahir.
4.Kepribadian, ialah penampilan seseorang secara umum, seperti sikap, besarnya motivasi, kuatnya kemauan, kesopanan, toleransi dan sebagainya.
5.Latar belakang, ialah lingkungan tempat dibesarkan terutama lingkungan keluarga.

Dalam kaitannya dengan tugas pendidikan terhadap usaha membina peserta didik, terutama di Indonesia yang menginginkan perkembangan total ada baiknya perlu mempertimbangkan segi jasmani yang juga dikembangkan atau ditumbuhkan. Dengan demikian fungsi jiwa dan tubuh atau aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut:
1.Rohani
a.Umum, terdiri dari: (1) Agamis, (2) Perasaan, (3) Kemauan dan (4) Pikiran
b.Sosial, terdiri dari: (1) kemasyarakatan, dan (2) Cinta tanah air

2.Jasmani:
a.Keterampilan
b.Kesehatan
c.Keindahan tubuh

Dari kesembilan aspek individu tersebut, ada beberapa yang perlu diberi penjelasan. Antara lain adalah aspek keagamaan, di Indonesia aspek agama adalah merupakan hal yang sangat penting sehingga harus ditangani oleh lembaga pendidikan agar lebih efektif. Aspek lain yang perlu dijelaskan adalah aspek kemasyarakatan dan cinta tanah air. Kedua aspek memiliki kesamaan, yaitu sama-sama merupakan sikap sosial. Bedanya ialah kemasyarakatan hanya mencakup masyarakat yang relatif dekat dengan individu bersangkutan yaitu tempat ia mengadakan komunikasi, sedangkan cinta tanah air bersifat luas, yaitu mencakup seluruh wilayah Indonesia. Kedua aspek ini dipandang perlu dikembangkan mengingat seringnya terjadi kerusuhan-kerusuhan baik dalam negeri sendiri maupun diluar negeri yang bersumber dari lemahnya sikap sosial dan kuatnya individualisme.
Menurut konsep pendidikan di Indonesia, individu manusia harus berkembang secra total membentuk manusia berkembang seutuhnya dan diwarnai oleh sila-sila Pancasila. Yang disebut berkembang total atau seutuhnya  ialah perkembangan individu yang memenuhi ketiga kriteria berikut:
1.Semua potensi berkembang secara proporsional, berimbang dan harmonis. Artinya pelayanan terhadap potensi-potensi itu tidak pilih kasih dan disesuaikan dengan tingkat potensinya masing-masing.
2.Berkembang secara optimal, artinya potensi-potensi yang dikembangkan diusahakan setinggi mungkin sesuai dengan kemampuan daya dukung pendidikan, seperti sarana, media, metode, lingkungan belajar dan sebagainya.
3.Berkembang secara integratif, ialah perkembangan semua potensi atau aspek itu saling berkaitan satu dengan yang lain dan saling menunjang menuju suatu kesatuan yang bulat.
Arah dan wujud perkembangan itu adalah sejalan dengan filsafat pancasila.

D.Implikasi terhadap Pendidikan
Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial, dan kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepaada konsep pendidikan. Implikasinya kepada konsep pendidikan adalah sebagai berikut:
1.Psikologi perkembangan bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi, dan pada kognisi, semuanya memberi petunjuk pada pendidik bagaimana seharusnya ia menyiapkan dan mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana membina anak-anak agar mereka mau belajar dengan sukarela.
2.Psikologi belajar
a.Yang klasik
1)Disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih soal-soal.
2)Naturalis/aktualisasi diri bermanfaat untuk pendidikan seumur hidup.
b.Behavioris bermanfaat atau cocok untuk membentuk perilaku nyata, seperti mau menyumbang, giat bekerja, gemar menyanyi, dan sebagainya
c.Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan, untuk berkreasi menciptakan sesuatu bentuk atau ide baru.
3.Psikologi sosial
a.Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari prilaku yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi oleh sikap serta perasaan kita.
b.Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi, dan meniru sikap para tokoh.
c.Sama halnya dengan sikap, motivasi anak-anak juga perlu dikembangkan pada saat yang memungkinkan melalui,
1)Pemenuhan minat dan kebutuhannya
2)Tugas-tugas yang menantang
3)Menanamkan harapan yang sukses dengan cara sering memberikan pengalman sukses
d.Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan, dan belajar dalam kelompok.
e.Pendidik perlu membendung perilaku agresif anti sosial, tetapi mengembangkan agresif prososial dan sanksi.
f.Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan anak-anak.
4.Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi dengan baik.
5.Kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang sama oleh pendidik dan dilayani secara berimbang.
6.Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya memenuhi tiga kriteria, yaitu:
a.Semua potensi berkembang secara proposional atau berimbang dan harmonis.
b.Potensi-potensi itu berkembang secara optimal.
c.Potensi-potensi berkembang secara integratif.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari bayi hingga dewasa.
Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.
Implikasi psikologi dalam pendidikan ini sebagian besar dalam bidang kurikulum, karena materi pelajaran dan proses belajar mengajar itu harus sejalan dengan perkembangan, cara belajar, cara peserta didik dan pendidik mengadakan kontak sosial, dan kesiapan mereka belajar.

B.Saran
Karena begitu pentingnya landasan psikologis dalam pendidikan maka seluruh calon pendidik dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta mengaplikasikan landasan psikologis dalam pendidikan agar proses pendidikan berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA


Pidarta, Made. 2013. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:  Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar dan S.L.La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta.
W.A. Gerungan. 2010. Psikologi Sosia. Jakarta: Refika Aditama.

No comments:

Post a Comment