Thursday, 28 January 2016

Landasan Sosial Budaya Dalam Pendidikan Di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dilain pihak manusia juga memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia.
Secara sosiologi pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Dan pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak

1.2 Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan Sosiologi ?
2.Bagaimanakah landasan sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia ?
3.Bagaimana hubungan antara kebudayaan dan pendidikan ?
4.Bagaimana hubungan antara masyarakat dan sekolah ?
5.Bagaimana fungsi sosiologi terhadap pendidikan ?

1.3 Tujuan
1.Untuk memenuhi tugas mata kuliah.
2.Untuk menambah pengetahuan tentang Sosiologi.
3.Untuk menambah pengetahuan hubungan antara kebudayaan dan pendidikan.
4.Untuk menambah pengetahuan hubungan antara masyarakat dan sekolah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosiologi Pendidikan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusiua dalam kelompok-kelompok dan stuktur sosialnya. Jadi, sosiologi mempelajari bagamana manusia itu berhubung an satu dengan yang lainya  dalam kelompoknya dan bagai mana susunan yunit-yunit masyarakat atau social disuatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain. Menurut Crow and Corw berpendapat bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya, membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. Sedangkan  menurut Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek)dan jasmani anak.
Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai uraian berikut
1.Empiris,adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi dilapangan.
2.Teoretis,adalah peningkatan pase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang biasa disimpan dalam waktu lama dan dapat  lebih diwariskan kepada generasi muda.
3.Komulatif,sebagai akibat dari penciptaan terus menarus sebagai konsekuensi darri terjadinya perubahan dimasyarakat, yang membuat teori-teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4.Nonetis, karena teori itu menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta indiuvidu di dalamnya, tidak menilai apakah hal nitu baik atau buruk.

Pada abad ke-20 sosiologi memegang peranan penting dalam dunia pendidikan . pendidikan yang diingiunkan oleh aliran kemasyarakatan ialah proses pendidikan yang bisa mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan samgayt membutuhakan sosiologi.  Konsep atau teori sosiologi member petunjuk  kepada guru-guru tentang bagaimna seharusnya mereka membina para siswa agar mereka bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab bersama teman.
Menurut wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi:
1.Interaksi guru dengan siswa
2.Dinamika kelompok dikelas dan diorganisasi intra sekolah
3.Struktur dan fungsi system pendidikan
4.System-sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan

Bagian bagian sosiologi membari bantuan kepada pendidikan dalam wujud sosiologi pendidikan. Pertama-tama adalh tentang konsep  proses sosial  yaitu suatu cara berhubungan  antar individu atau antar kelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan pendidikan.
Faktor-faktor interaksi dan proses sosial adalah
1.bisa bersifat fositif atau negative contohnya anak meniru porang tuanya atau gurunya berpakaian rapih, maka anak ini sudah mensosialisasi diri secara fositif baik terhadap orang tuanya maupun terhadap gurunya. Contoh negative anak meniru orang lain meminum minuman keras  maka ia melakukan sosialisasi negative.
2.Sugesti akan terjadi kalau seseorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwenang atau mayoritas.namun kalau anak terlalu sering mensiolisasi lewat sugesti dapat membuat gaya berpikir rasional terhambat.
3.Simpati adalah factor terakhir yang membuat anak mengadangan proses sosial. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Sebab itu hubungan yang akrab perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar simpati ini mudah muncul, sosialisasi mudah terjadi, dan anak-anak akan tertib, mematuhi peraturan-peraturan kelas dalam belajar.

Menurut Coleman (1984) menulis bahwa satu yang terpenting fungsi sekolah ialah memberikan dan membangkitkan kebutuhan sosial dan reaksi.
Kebutuhan reaksi disini membuat anak-anak merasa gembira, antusias, dan merasa tidak di paksa datang kesekolah. Perasaan seperti ini bertalian erat dengan perasaan sosial
Dalam proses sosial terdapat interaksi sosial, yaitu suatu hubungan sosial yang dinamis interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat sebagai berikut :
1.kontak sosial
kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu:
•kontak antar individu, misalnya anak dengan ibu rumah tangga, siswa dengan guru, atau siswa dengan siswa di sekolah.
•Kontak antar individu dengan kelompok atau sebaliknya. Contoh nya ialah seorang remaja ingin ikut perkumpulan sepak bola, seorang guru mengajar di kelas, pengurus bp3 mendatangi kepala sekolah untuk keperluan tertentu, dsb.
•Kontak antar kelompok, misalnya rapat orang tua siswa dengan guru-guru, dua perkumpulan sosial berorganisasi untuk mengatasi kenakalan remaja, dua kelompok kesenian merencanakan main bersama disuatu daerah,dsb.

2.Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain atau kelompok orang.
Alat-alat komunikasi diantaranya
Melalui pembicaraan, dengan segala macam nada seperti berbisik-bisik, halu,kasar, dan keras tergantung kepada tujuan pembicaraan dan sifat orang yang berbicara.
•Melalui mimik, seperti raut muka,pandangan,dan sikap.
•Dengan lambing, contohnya ialah berbicara isarat untuk orang-orang yang tuna rungu,menempelkan telunjuk didepan mulut, menggelengkan kepala, menganggukan kepala,membentuk huruf O dengan jari tangan,dsb.
•Dengan alat-alat, yaitu alat-alat elektronik, seperti radio,televise,telepon, dan media cetak seperti buku,majalah,surat kabar,brosur,dsb.

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu:
1.Kerja sama, misalnya kerja sama dalam kelompok belajar pada anak-anak, kerja sama antar guru-guru dengan para orang tua siswa,dsb
2.Akomodasi, ialah usaha untuk meredakan pertentangan, mencari kestabilan,serta kondisi berimbang diantara para anggota. Contoh interaksi orang tua siswa yang tidak setuju dengan kenaikan SPP dengan guru-guru atau kepala sekolah yang akhirnya melahirkan kesepakatan tertentu.
3.Asimilasi atau akulturasi,ialah usaha mengurangi perbedaan pendapat, sikap, dan tindakan dengan memeperhatikan tujuan-tujuan bersama

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya alkulturasi yaitu :
•Toleransi
•Menghargai kebudayaan orang lain
•Sikap terbuka
•Demokrasi dalam banyak hal
•Ada kepentingan yang sama
2.Persaingan, sebagai bentuk interksi sosial yang negatif. misalnya persaingan untuk mendapatkan nilai akademik tertinggi dan persaingan dalam berbagai perlombaan, namun persaingan dalam pendidikan lebih banyak negatif nya daripada positif nya
3.Pertikaian, adalah proses sosial yang menunjukan pertentangan atau konflik seperti perbedaan kepentingan, kebudayaan, dan pendapat

2.2 Kebudayaan dan Pendidikan
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989). Kebudayaan produk perseorangan ini tidak disetujui Hasan (1983) dengan mengemukakan kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan membuat orang berbudaya, pendidikan dan budaya bersama dan memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu dan makin tinggi kebudayaan makin tinggipula pendidikan atau cara mendidiknya. Karena ruang lingkup kebudayaan sangat luas, mencakup segala aspek kehidupan manusia, maka pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan dalam kebudayaan. Pendidikan yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari subjek yang dididik dan seterusnya kemungkinan matinya kebudayaan itu sendiri. Oleh karena itu kebudayaan umum harus diajarkan pada semua sekolah. Sedangkan kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal, dan kebudayaan populer juga diajarkan dengan proporsi yang kecil.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam mengembangkan dirinya.

2.3  Masyarakat dan Sekolah
Asal mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan dan kenyataan bahwa pada umumnya para orang tua tidak mampu mendidik anak mereka secara sempurna dan lengkap. Karena itu mereka membutuhkan bantuan kepada pihak lain, dalam hal ini adalah Lembaga Pendidikan, untuk mengembangkan anak-anak mereka secara relatif sempurna, walaupun cita-cita ini tidak otomatis tercapai. Warga masyarakat dan parapersonalia sekolah masih memerlukan perjuangan keras untuk mencapai cita-cita itu, yang sampai sekarang belum pernah berhenti. Sebab sejalan dengan perkembangan kebudayaan, makin banyak yang perlu dipelajari dan perjuangan di sekolah.
Sekolah tidak dibenarkan sebagai menara air, yaitu melebur menjadi satu dengan masyarakat tanpa memberikan identitas apa-apa. Ia juga tidak dibenarkan sebagai menara gading yang mengisolasi diri terhadap masyarakat sekitarnya. Lembaga pendidikan yang benar adalah ibarat menara mercusuar yakni menara penerang, yaitu berada di masyarakat dan sekaligus memberi penerangan kepada masyarakat setempat. Lembaga pendidikan harus tetap berakar pada masyarakat setempat, memperhatikan ide-ide masyarakat setempat, melaksanakan aspirasi mereka, memanfaatkan fasilitas setempat untuk belajar, dan menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat setempat. Sementara itu ia berusaha meningkatkan cara hidup dan kehidupan masyarakat dengan cara memberi penerangan, menciptakan bibit unggul, menciptakan teknologi baru, merintis cara beternak dan bertani yang lebih baik, dan sebagainya.
Manfaat pendidikan bagi masyarakat adalah untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyarakat, baik yang berkaitandengan kewajiban maupun dengan hak mereka. Dalam rangka pendidikan seumur hidup misalnya, warga belajar bisa belajar tentang apa saja sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga pemahaman, keterampilan tertentu, dan sikap mereka semakin meningkat. Hal ini membuat mereka merasa semakin mantap sebagai warga negara
Khusus bagi para siswa dan para remaja, manfaat pendidikan atau lembaga pendidikan adalah bersifat sebagai wahana persiapan untuk menjadi individu dan warga Negara yang baik
Manfaat sekolah atau pendidikan bagi masyarakat diantaranya:
1.Pendidikan sebagai transmisi budaya pelestari budaya
2.Sekolah sebagai pusat budaya bagi masyarakat sekitarnya
3.Sekolah mengembangkan kepribadian anak di samping oleh keluarga anak itu sendiri
4.Pendidikan membuat orang menjadi warga Negara yang baik, tahu akan kewajiban dan hak nya
5.Pendidikan meningkatkan integrasi sosial atau kemampuan bermasyarakat
6.Pendidikan meningkatkan kemampuan menganalisis secara kritis, melalui pelajaran ilmu, teknologi, dan kesenian
7.Sekolah meningkatkan alat control sosial dengan member pendidikan agama dan budi pekerti
8.Sekolah membantu memecahkan masalah-masalah sosial
9.Pendidikan adalah sebagai perubah sosial melalui kebudayaan-kebudayaan yang baru
10.Pendidikan berfungsi sebagai seleksi dan alokasi tenaga kerja
11.Pendidikan dapat memodifikasi hierarki ekonomi masyarakat
Hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat karena saling membutuhkan satu dengan yang lain, membuat kemungkinan terbentuknya badan kerja sama yang relatif lama. Badan kerja sama ini yang anggota-anggotanya adalah wakil-wakil oarang tua siswa, para tokohasyarakat, dan beberapa guru bertugas membantu mensukseskan misi pendidikan. Pada masa sekarang badan ini banyak berkecimpung dalam perencanaan dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal, di samping mengurusi dukungan-dukungan masyarakat terhadap sekolah seperti telah diuraikan di atas.
Berdasarkan uaraian di atas, dapatlah kita sarikan penjelasan masyarakat dan sekolah ini sebagai berikut:
1.Sekolah tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
2.Sekolah bermanfaat bagi kemajuan budaya masyarakat, khususnya pendidikan anak-anak.
3.Masyarakat memberi sejumlah dukungan kepada sekolah.
4.Perlu ada badan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat dalam mensukseskan pendidikan

2.4 Fungsi Sosiologi Terhadap Pendidikan
Dalam perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting dalam dunia pendidikan yaitu:
1.Mewujudkan Masyarakat yang Cerdas
Yaitu masyarakat yang pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan dapat demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bengsa.
2.Transmisi Budaya
Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
3.Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu perilaku menyimpang dan menyimpang terjadinya perilaku menyimpang. Pengendalian sosial juga berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan lembaga pendidikan.
4.Meningkatkan Iman dan Taqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
5.Analisis Kedudukan Pendidikan dalam Masyarakat
Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah masyarakat. Antara lembaga pendidikan dengan masyarakat terjadi hubungan timbal balik simbiosis mutualisme. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyrakat

2.5 Implikasi Konsep Pendidikan
Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya yaitu makhluk yang diberkati kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan dan fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan nilai-nilai kebudayaan dari generasi ke generasi. Kebudayaan masyarakat jika dikaitkan dengan pendidikan maka ditemukan sejumlah konsep pendidikansebagai berikut:
1.Keberadaan sekolah tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sekitarnya, keduanya saling menunjang. Sekolah seharusnya menjadi agen pembangunan di masyarakat.
2.Perlu dibentuk badan kerja sama antara sekolah dengan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk wakil-wakil orang tua siswa untuk ikut memajukan pendidikan.
3.Proses sosialisasi anak-anak perlu ditingkatkan.
4.Dinamika kelompok dimanfaatkan untuk belajar.
5.Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau perkembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan.
6.Akibat kebudayaan masa kini, ada kemungkinan pergeseran paradigma pendidikan, yaitu dari sekolah ke masyarakat luas dengan berbagai pengalaman yang luas

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari uaraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
•Sosiologi merupakan ilmu yang membahas atau mempelajari interaksi dan pergaulan antara manusia dalam kelompok dan struktur sosial.
•Kebudayaan adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat dan kemampuan-kemampuan serat kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat.
•Sosiologi pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan persekolahan sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan antara manusia dengan pendidikan.
•Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Apabila kebudayaan berubah maka pendidikan juga berubah, dan apabila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan.
•Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya adalah lembaga pendidikan, sedangkan kain latarnya adalah masyarakat itu sendiri. Antara lembaga pendidikan dengan masyarakat akan terjadi hubungan timbal balik simbiosis mutualisme, yakni lembaga pendidikan memberi manfaat untuk me3ningkatkan peranan mereka sebagai masyarakat.

B.Saran
Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosialbudaya. Maka,disini kami selaku penulis mengharapkan dengan adanya penulisan makalah ini pembaca dapat mengembangkan konsep konsep yang ada dalam tulisan ini dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi penyusun.


DAFTAR PUSTAKA

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia Jakarta : Rineka Cipta.
Ruswandi, Uus Hermawan Heris, A. Nurhamzah, 2008, Landasan Pendidikan, Bandung : CV. Insan Mandiri.
Djumhur.I dan Danasuparta. 1976 Sejarah Pendidikan, CV. Ilmu Bandung, 
Idris Zahara, 1981. Dasar-Dasar Kependidikan,  Angkasa Raya. Padang 
Made Pidata, 1997. Landasan Kependidikan , Rineka Cipta . Jakarta. 
Rukiati Enung K dan Hikmawayi henti, 2006. Sejarah Pendidikan  Islam di Indonesia, CV Pustaka Setia, Bandung. 
im Dosen IKIP Bandung, 1983. Dasar-Dasar Kependidikan, IKIP Bandung 

Landasan Sejarah Dalam Konsep Pendidikan

BAB I   
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak terlepas dari sejarah kehidupan, karena dengan sejarah itu manusia dapat menjadikan tolak ukur untuk melakukan suatu tindakan di masa sekarang, apakah baik atau sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan hasil yang maksimal.
Sejarah adalah suatu peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, yang merupakan bagian dari kehidupan manusia, sejarah itu di isi tergantung pada pembuat sejarah apakah diisi dengan tinta sejarah yang bermanfaat atau sebaliknya. Hingga sampai saat ini pun sebenarnya kita juga sedang membuat sejarah tentang kehidupan kita untuk generasi penerus kita baik itu untuk anak dan cucu kita dan semua orang yang terlibat dalam aktivitas kehidupan kita. Secara tidak langsung kita ada pada saat ini merupakan sejarah dari orang tua kita, orang tua kita ada dari orang tua kita sebelumnya dan begitulah seterusnya.
Peristiwa sejarah meliputi berbagai aktivitas manusia semua bidang manusia salah satunya adalah landasan sejarah dalam bidang pendidikan yang merupakan pembahasan makalah ini. Pendidikan merupakan hasil sejarah orang-orang sebalum kita yang berjasa dalam bidang sejarah. Oleh karena itu dengan adanya landasan sejarah pendidikan di masa lalu bisa di jadikan gambaran untuk melakukan pendidikan di masa sekarang. Sehingga dalam pelaksaan pendidikan dapat mengarah pada tujuan yang sebenarnya daripada pendidikan itu sendiri.

B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.Bagaimana pendidikan di masa perjuangan bangsa?
2.Bagaimana pendidikan di masa pembangunan?
3.Bagaimana pendidikan di masa reformasi?
4.Bagaimana implikasi landasan sejarah dalam konsep pendidikan

C.Tujuan 
Berdasarkan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.Pendidikan di masa perjuangan bangsa?
2.Pendidikan di masa pembangunan?
3.Pendidikan di masa reformasi?
4.Implikasi landasan sejarah dalam konsep pendidikan

BAB II 
PENDIDIKAN DAN LANDASAN SEJARAH

A.Pendidikan Di Masa Perjuangan Bangsa
Perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang merdeka dan mengisimya agar menjadi jaya adalah panjang sekali. Perjuangan itu yang dimulai dari zaman kerajaan, sudah dikumandangkan, nilai-nilai keprajuritan sudah ditanamkan, dan sangat membela kerajaan sudah dikobarkan. Walaupun perjuangan ini bersifat kedaerahan, namun nilai semangat juang itu sudah cukup besar artinya bagi generasi yang mewarisi sejarah itu.
Perjuangan yang bersifat daerah itu berubah menjadi perjuangan bangsa sejak didirikannya: pertama, Budi Utomo pada tahun 1908. Pada waktu D.r. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo, maka pada tahun 1913 beliau mendirikan Darmawara atau Studi fonds. Gerakan ini dibantu oleh pemerintah. Kedua, Budi Utomo mengusulkan agar sekolah dasar yang lamanya 3 tahun dijadikan 4 tahun. Selanjutnya, untuk kota-kota pendidikan untuk rakyat ini lamanya 5 tahun. Ketiga, mengusulkan agar pemerintah mendirikan HIS sehingga anak-anak bumi putra dapat melanjutkan pelajaran seperti anak-anak Belanda yang memperoleh pendidikan ala Barat. Untuk melaksanakan cita-cita tersebut, Budi Utomo mendirikan 3 sekolah netral, yaitu di Solo dan dua buah di Yogyakarta.
Pada tahun 1918, pendidikan Budi Utomo telah berkembang semakin pesat antara lain dengan dibukanya Kweekshooh di Jawa Tengah, kemudian mendirikan sekolah guru kepandaian putri untuk sekolah Kartini. Demikian pula didirikan 6 buah normal sekolah untuk sekolah angka 2 disamping dua buah normal sekolah khusus untuk putri. Dalam rangka pendidikan di desa-desa, didirikanlah 10 kursus guru desa. Demikianlah, pada tahun itu sekolah-sekolah Budi Utomo telah berkembang menjadi “sekolah angka 2” bertambah 60 buah, SD bertambah 400, dan mendirikan sekolah peralihan pada 20 sekolah angka 2.
Budi Utomo dirintis oleh Wahidin, seorang bangsa Indonesia yang sempat mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi waktu itu. Mula-mula ia mendirikan Yayasan Dana belajar dengan maksud agar lebih banyak bangsa Indonesia dapat berkesempatan belajar dan untuk mempertinggi kebudayaan Indonesia. Pendidikan pada zaman penjajahan Belanda dapat dikatakan tidak Menguntungkan bangsa Indonesia. Pada waktu itu terjadi dualisme dalam pendidikan yaitu:
1.Sistem pendidikan untuk anak-anak orang Belanda dan orang-orang Eropa lainnya. Sistem pendidikan ini lengkap mulai dariSD sampai SMA dan lulusannya dapat hak untuk meneruskan ke Eropa.
2.Sistem pendidikan untuk anak-anak orang Indonesia, yaitu sebagian besar SD 3 tahun, dan beberapa SD 5tahun. Dan lulusannya dimaneaatkan untuk menjadi pegawai-pegawai pemerintah jajahan yang dibayar murah.
Berkat perjuangan bangsa Indonesia yang gigih dan kemudian muncul politik etis, jumlah lembaga pendidikan diperbanyak dan jenjangnya ditingkatkan serta lebih beragam. Sampai perguruan tinggi pun didirikan yaitu kedokteran dan hukum. Tetapi hanya sejumlah kecil bangsa Indonesia yang sempat menikmatinya.
Seorang tamatan kedokteran pada perguruan tinggi di atas adalah Wahidin, yang setelah mendirikan Yayasan Dana Belajar, meneruskannya dengan mendirikan Budi Utomo karena mendapat sambutan hangat dari mahasiswa. Pergerakn kebangsaan yang bersifat nasional dimulai dari kalangan warga kampus, yaitu alumni dan para mahasiswa. Ciri-ciri organisasi Budi Utomo adalah:
1.Dasar organisasi adalah kebudayaan.
2.Tujuannya adalah untuk memajukan bangsa Indonesia dalam segala bidang  kehidupan, terutama kebudayaan.
3.Pimpinan adalah orang-orang Indonesia yang bukan pelajar.
Salah satu usaha organisasi ini adalah mendirikan sekolah-sekolah swasta, untuk menghidupkan dan menggalang rasa kebangsaan, cinta kebudayaan sendiri, melestarikan dan mengembangkannya. Kesadaran akan makna dan manfaat organisasi pergerakan kebangsaan makin lama makin meningkat. Akibatnya, organisasi-organisasi yang senada dengan Budi Utomo banyak bermunculan seperti serikat dagang, perkumpulan pemuda, dan partai politik.
Perjuangan kebangsaan semakin meningkat sejak dilakukannya sumpah pemuda tahun1928. Dari isi sumpah pemuda ini kelihatan bahwa persatuan bangsa Indonesia semakin kuat, karena merasa diikat oleh negara, bangsa, dan bahasa yang satu yaitu Indonesia.
Perjuangan melawan penjajah tidak pernah padam, perjuangan berlangsung terus dari waktu ke waktu. Proses perjuangan seperti ini menempa jiwa seseorang untuk berjiwa patriotic. Jiwa patriotik memiliki nilai-nilai 45 dan serangan 45.   Nilai-nilai 45 dapat diwujudkan antara lain: (menurut Gema,1988 dan Surono, 1988) 
1.Berani berbuat 
2.Rela berkorban 
3.Kompak bersatu
4.Rasa senasib sepenanggungan 
5.Pantang menyerah 
6.Patuh kepada pemimpin
7.Kendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
8.Cinta akan kebenaran dan keadilan
9.Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

B.Pendidikan Di Masa Pembangunan
Setelah Indonesia merdeka, masalah dalam negeri sudah mulai reda, pembangunan untuk mengisi kemerdeaan mulai di gerakan. Pembangunan di laksanakan serentak pada berbagai bidang, baik spiritual maupun material. Prioritas masa pembangunan, prioritas pertama jatuh pada pembangunan bidang ekonomi. Rasionalnya ialah karena bidang ekonomi memegang peranan penting dalam memajukan suatu bangsa dan negara.
Untuk mencapai maksud di atas, maka di kembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini di jadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan. Arti konsep ini adalah: (link and match. 1993)
1.Link berarti pendidikan yang memiliki kaitan fungsional dengan kebutuhan  pasar. Ini merupakan implementasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kelembagaan, koordinasi, pengaturan, perencanaan, dan program kerja.
2.Match berarti lulusan yang mampu memenuhi tuntutan para pemakai baik jenis, jumlah, maupun mutu yang dipersyaratkan.
Inovasi-inovasi pendidikan juga sudah di laksananakan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan, beberapa inovasi yang telah di laksanakan antara lain adalah (Tilaar, 1996): PPSP yang mencobakan belajar dengan modul, SD Pamong yaitu pendidikan antara masyarakat, orang tua, dan guru, yang hilang dari peredaran setelah muncul SD Inpres untuk mengejar target kuantitatif atau pemerataan pendidikan. Inovasi-inovasi ini gagal antara lain karena hanya merupakan imitasi dari praktek-praktek dan pemikiran dunia Barat.
Sementara itu Alisyahbana(1990) mengemukakan ada tiga macam pesimisme di kalangan para ahli pendidikan. Pesimisme yang di maksud adalah:
1.Pemerintah seolah-olah belum memiliki political will yang kuat untuk   memperbaiki pendidikan.
2.Orang Indonesia memiliki budaya begitu lamban melakukan transformasi sosial, yang sangat perlu untuk mengadakan adaptasi terhadap dunia yang berubah begitu cepat. 
3.Seolah-olah sulit munculnya tokoh pemikir yang berani menyusun dan memperjuangkan konsep-konsep yang bertalian dengan pendidikan nasional yang mungkin tidak sejalan dengan keinginan pada birokrat yang berkuasa. 
Deklarasi Konvensi Nasional Pendidikan II Tahun 1992 yang mengatakan bahwa:
1.Realisasi tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah, belum terwujud secara menyeluruh dan bahkan belum di hayati sepenuhnya oleh semua pihak.
2.Di perlukan political will dan pola pembangunan seperti itu untuk daerah terpencil belum terwujud.
3.Penanaman nilai-nilai budaya maupun agama tidak cukup melalui bidang studi saja seperti keadaan sekarang, melainkan melalui semua bidang studi secara integratif.
Lebih jauh Buchori (1990) mengemukakan ada beberapa kesenjangan yang  terjadi dalam dunia pendidikan kita, antara lain:
1.Kesenjangan okupasional, yaitu kesenjangan antara jenis pendidikan atau  sifat akademik dengan tugas-tugas yang akan di lakukan dalam dunia pendidikan.
2.Kesenjangan akademik, artinya mpengetahuan-pengetahuan yang di terima di sekolah acap kali tidak bermanfaat dalam kehidupah sehari-hari.
3.Kesenjangan kultural, hal ini terjadi karena masih banyak lembaga pendidikan menekankan pengetahuan klasik dan humaniora.
4.Kesenjangan temporal, ialah kesenjangan antara wawasan yang di miliki dengan wawasan dunia sekarang. 
Pembangunan di bidang pendidikan masih banyak menghadapi hambatan, yang membuat lurusanya kurang memadai.dampak dari kondisi seperti ini adalah pembangunan secara keseluruhan tidak dapat di lewati dengan lancar. Memang benar pembangunan pendidikan secara kuantitatif dapat di pandang sudah berhasil dengan selesainya wajib belajar enam tahun. Pembangunan pendidikan berdasarkan Tap MPRS RI No XXV/11/ 1946 Pelita, tujuan pendidikan: membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan sifat yang di kehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
Untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan adalah sebagai berikut: 
1.Memperanggung jawabkan mental/ moral/ Budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.. 
2.Mempertanggungjawabkan kecerdasan dan keterampilan membina/  memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat. 
Salah satu dampak dari hasil pembangunan yang tidak seimbang itu adalah: 
1.Munculnya kenakalan dan perkelahian anak-anak muda dari sana-sini
2.Maraknya kolusi di berbagai kalangan
3.Tingginya tingkat korupsi
Namun demikian, tidak berarti pembangunan Indonesia sudah gagal atau macet. Ada segi-segi keberhasilan pembangunan yang menonjol yaitu:
1.Kesadaran masyarakat tentang pentingnya melaksanakan ajaran agama sudah  meningkat dengan pesat
2.Persauan dan kesatuan bangsa tetap terkendali
3.Perumbuhan ekonomi Indonesia meningkat tinggi sampai mencapai 7%
Selain itu timbul pula masalah-masalah dalam masa pembangunan pendidikan, antara lain : 
1.Pemerintah belum kuat untuk memperbaiki pembangunan 
2.Tanggung jawab bersama antar keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam pendidikan belum terealisasi secara menyeluruh 
3.Sulit menemukan tokoh pemikir dalam bidang pendidikan
4.Konsep-konsep inovasi pendidikan bersumber dari dunia barat
5.Penanaman nilai budaya dan agama tidak cukup melalui bidang studi tertentu
6.Sekolah menengah umum kebih banyak daripada sekolah kejuruan 
7.Masyarakat lamban melakukan traspormasi sosial untuk beradaptasi dengan era global.

C.Pendidikan Di Masa Reformasi 
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya.
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Kelemahan-kelemahan masa reformasi adalah sebagai berikut :
1.Ekonomi semakin terpuruk, walaupun pemerintah tetap memprioritaskan pembangunan ini.
2.Korupsi masih banyak terjadi walaupun pemerintah berusaha keras untuk memberantasnya.
3.Hukum belum benar-benar dapat di tegakkan.
4.Kekacauan tampak meluas, terutama di kota-kota besar berbagai macam demontrasi terjadi.
5.Terorisme dan narkoba juga belum bisa di bersihkan.
Namun demikian, masa reformasi ini mempunyai juga aspek positif, misalnya:
1.Sistem desentralisasi pemerintahan dan pendidikan mulai di bangun.
2.Nilai-nilai keagamaan tetap terjunjung tinggi.
3.Demokrasi pada banyak sektor mulai menampakkan diri.
4.Pemberontakan di daerah berangsur-angsur dapat diatasi.
5.Pemilihan langsung oleh rakyat mulai dan dapat terlaksana.

D.Impilikasi Landasan Sejarah Dalam Konsep Pendidikan
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008). Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai berikut:
1.Tujuan Pendidikan
Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.

2.Proses Pendidikan
Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

3.Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta (2008: 149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.

4.Inovasi-inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
1.Pendidikan di masa perjuangan masih bersifat demokratis.
2.Pendidikan di masa pembangunan secara kualitatif masih jauh tertinggal karena pemerintah belum menunjukkan political will yang kuat untuk memperbaiki pendidikan.
3.Pendidikan di masa reformasi  mulai dibangun dimana pemerintah mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi sistem desentralisasi.
4.Pendidikan diharapkan mampu dan bertujuan untuk :
a.Mengembangkan semua potensi peserta didik.
b.Mengembangkan kepribadian yang harmonis.
c.Memberi kebebasan kepada anak dalam mengembangkan semua aspek dirinya secara wajar. 
d.Mengembangkan bakat masing-maisng.
e.Mengembangkan aspek kemanusiaan.
f.Mengembangkan rasa kebangsaan dan aspek kemasyarakatan.
g.Membuat anak untuk hidup mandiri.
h.Nenbuat anak menghargai dan bersedia bekerja keras.

B.Saran
Hendaknya sebagai warga negara Indonesia yang baik mampu meningkatkan mutu pendidikan yang mewariskan peradaban masa lampau sehingga peradaban masa lampau yang memiliki nilai-nilai luhur dapat dipertahankan dan diajarkan lalu digunakan generasi penerus dalam kehidupan mereka di masa sekarang. Dengan mewariskan dan menggunakan karya dan pengalaman masa lampau, pendidikan menjadi pengawal , perantara, dan pemelihara peradaban. Dengan demikian, pendidikan memungkinkan peradaban masa lampau diakui eksistensinya dan bukan merupakan “harta karun” yang tersia-siak

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/landasan-historis-pendidikan-indonesia.html.
Anonim. 2012. http://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-indonesia/.
Buchori, Mochtar. 1995. Transformasi Pendidikan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Nasution, S. 2008. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Pidarta, Made.2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Landasan Psikologis Dalam Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan tugas mata kuliah Landasan Pendidikan dengan pokok bahasan Landasan Psikologis dalam Pendidikan. Sehubungan dengan pentingnya mengetahui tentang landasan psikologis dalam pendidikan maka pembahasan yang kami lakukan sangat perlu untuk dibincangkan. Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang seluk beluk landasan pendidikan termasuk landasan psikologis dalam pendidikan.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh sebab itu, pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik itu prinsip perkembangannya maupun arah perkembangannya. Sehingga, psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.  Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobjek formal perilaku manusia, yang berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam berbagai latar.

B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.Apakah pengertian landasan psikologis dalam pendidikan?
2.Bagaimanakah implikasi landasan psikologi dalam pendidikan?

C.Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berkut:
1.Untuk mengetahui definisi landasan Psikologi dalam pendidikan.
2.Untuk mengetahui bagaimana implikasi landasan psikologi dalam pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Psikologi Pendidikan
Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu dalam upaya mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (Yudhawati dan Dani Haryanto, 2011:1).
•Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
•Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah dalam pendidikan. Kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupan baik yang tampak maupun tidak tampak, seperti perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Sugihartono dkk (dalam Irham dan Novan, 2013:19) pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik untuk mengubah tingkah laku manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut melalui proses pengajaran dan pelatihan. Dengan demikian pendidikan merupakan usaha manusia mengubah prilaku menuju kedewasaan dan mandiri melalui kegiatan yang direncanakan dan sadar dengan pembelajaran yang melibatkan pendidik dan peserta didik.
Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja & Sulo, 2008: 106). Kecerdasan umum (intelegensi) atau kecerdasan dalam bidang tertentu (bakat) dipengaruhi oleh kemampuan potensial, namun kemampuan potensial itu hanya akan aktual apabila dikembangkan dalam situasi yang kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena adanya pengalaman.
Definisi psikologi pendidikan menurut Whiteringtone (dalam Irham dan Novan, 2013:18) adalah sebuah studi yang sistematis tentang faktor-faktor dan proses kejiwaan yang berhubungan dengan pendidikan manusia. Sebagai cabang ilmu psikologi, psikologi pendidikan mempelajari tentang penerapan berbagai teori-teori psikologi dalam dunia pendidikan terhadap peserta didik dan pendidik dalam proses pembelajaran. Aplikasi dalam praktik proses pembalajaran diwujudkan dalam usaha-usaha yang dilakukan pendidik untuk memunculkan sikap dan prilaku diharapkan, atau mengurangi bahkan menghilangkan sikap dan prilaku yang tidak diinginkan pada peserta didik selama proses pembelajaran.
Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.

B.Psikologi Belajar
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku.  Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Definisi Belajar “ Learning is a change in human disposition or capability that persist over a periode of time and is not simply ascribable to proccess” atau belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. (Gagne, 1985 dalam Modul UT, 2004:1.2).
Belajar adalah perubahan prilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut:
1.Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.
2.Pengulangan, situasi dan respon anak  diulang-diulang atau dipraktikkan agar belajar lebih sempurna dan lebih tahan lama diingat.
3.Penguatan, respons yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respons itu.
4.Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar
5.Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktifitas anak-anak.
6.Ada upaya membangkitkan ketrampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar.
7.Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam faktor dalam pengajaran.
8.Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pengajaran.

Tiga poin pertama merupakan faktor-faktor eksternal dan poin ke-4 sampai poin 8 merupakan faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Faktors eksternal lebih banyak ditangani oleh guru, sedangkan faktor internal dikembangkan sendiri oleh anak dibawah arahan dan strategi mengajar dalam mendidik.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
Teori belajar yang telah disusun secara sistematik (Callahan 1983, dalam Made Pidarta 2013) adalah sebagai berikut :
a.Teori Belajar Klasik:
1.Teori Belajar Disiplin mental Theistik berasal dari Psikologi Daya atau Psikologi Fakulti. Menurut teori ini individu atau anak memiliki sejumlah daya mental seperti pikiran, ingatan, perhatian, kemampuan, keputusan, observasi, tanggapan, dan sebagainya. Masing-masing daya ini dapat ditingkatkan kemampuannya melalui latihan-latihan. Sehingga belajar juga kadang disebut melatih daya.
2.Teori Belajar Disiplin Mental Humanistik bersumber dari aliran Psikologi Humanistik Klasik ciptaan Plato dan Aristoteles. Teori ini sama seperti teori disiplin Theistik, semakin sering melatih daya, maka daya akan semakin kuat, dengan daya yang kuat, kemampuan memecahkan berbagai permasalahan, yang berbeda hanya pada proses latihannya. Pada Disiplin Theistik, melatih daya anak hanya pada bagian demi bagian dari potensi anak, Disiplin Humanistik menekankan pada keseluruhan sebagai potensi individu secara utuh.
3.Teori Belajar Naturalis atgau Aktualisasi diri pangkal dari Psikologi Naturalis Romantik yang dipimpin oleh Rousseau. Menurut teori ini setiap anak memiliki sejumlah potensi atas kemampuan.  Kemampuan pada anak selain dilatih oleh guru, harus dikembangkan oleh anak itu sendiri. guru dan lingkungan harus menciptakan siatuasi yang permisif atau rileks, sehingga anak dapat berkembang secara bebas dan alami.
4.Teori Belajar Apersepsi berasal dari Psikologi Struktur ciptaan Herbart. Psikologi memandang, jiwa manusia merupakan struktur yang bisa berubah dan bertambah melalui belajar.  Belajar adalah memperbanyak asosiasi-asosiasi sehingga membentuk struktur baru dalam jiwa anak atau dengan kata lain disebut belajar membentuk apersepsi.

Langkah-langkah belajar menurut Herbart, sebagai berikut:
1.Pendidik harus mengadakan persiapan dengan cermat
2.Pendidikan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga anak-anak merasa jelas memahami pelajaran itu, yang memudahkan asosiasi-asosiasi baru terbentuk.
3.Asosiasi-asosiasi baru terbentuk antara materi yang dipelajari dengan jiwa atau apersepsi anak yang telah ada.
4.Mengadakan generalisasi, pada saat ini terbentuklah suatu struktur baru dalam jiwa anak.
5.Mengaplikasi pengetahuan yang baru didapat agar struktur terbentuk semakin kuat.

b.Teori belajar Modern: (Teori Belajar Behaviorisme & Kognisi)
1.Teori Belajar Asosiasi atau R.S. Bond, teori ini dicetuskan oleh kelompok Behavioris, dengan tokoh terkenalnya Thorndike. Menurut teori ini, belajar akan terjadi jika ada kontak hubungan  antara orang bersangkutan dengan benda-benda yang diluar. Karena itu kelompok ini juga menamakan  R.S Bond, R adalah respons orang bersangkutan, S adalah S adalah Stimulus dari luar diri seseorang dan Bond adalah hubungan atau asosiasi. Psikologi ini juga disebut psikologi Koneksionisme atau Asosiasisme.

Tiga hukum belajar menurut Thorndike, yaitu:
a.Hukum Kesiapan, artinya setiap anak harus disiapkan terlebih dahulu sebelum menerima pelajaran baru. Kesiapan anak itu terjadi pada sistem urat syaraf, karena semakin anak siap hubungan antara stimulus dan respon akan semakin mudah terbentuk.
b.Hukum Latihan atau Pengulangan. Hubungan antara stimulus dan respon akan semakin mudah dibentuk bila hubungan itu terus diulang dan dilatih.
c.Hukum Dampak. Hubungan antara stimulus dan respons akan terjadi bila hubungan itu memberikan dampak menyenangkan.

2.Teori belajar Pengkondisian Instrumental berawal dari teori belajar Pengkondisian Klasik. Tokoh yang terkenalnya adalah Watson dan Thorndike. Menurut teori ini belajar adalah masalah melekatkan atau menguatkan  respons yang benar dan menyisihkan respons yang salah akibat pemberian hadiah dan tidak dihiraukannya konsekuansi respons yang salah. Respons yang benar diulang-ulang terus sehingga melekat betul pada anak-anak.

3.Teori Pengkondisian Operan. Teori ini dikenalkan oleh Skinner. Teori Pengkondisian Instrumental memberi kondisi sebelum sebelum respon, teori Pengkondisian Operan memberikan kondisi sesudah terjadinya respon.

4.Teori Belajar Penguatan atau Reinforcement. Teori ini lahir dari Psikologi reinforcement dipimpin oleh Hull. Prinsipnya teori ini sama dengan teori Pengkondisian Operan, teori ini member penguatan pada respon-respon yang benar sesuai harapan. Misal jika anak mendapat nilai tinggi, dipuji atau diberi hadiah atau penghargaan. Kondisi diberikan untuk menguatkan respon yang sudah benar agar dilakukan lagi dan ditingkatkan.
Ada dua teori penguatan, yaitu:
a.Penguatan positif, setiap stimuls dapat memantapkan respon pada Penkondisian Instrumental, dan setiap hadiah dapat memantapkan respons pada Pengkondisian Operan.
b.Penguatan Negatif, Setiap stimulus dihilangkan untuk memantapkan respon terjadi. Misal tidak memberikan tugas-tugas yang terlalu berat, agar siswa rajib belajar.

Perbedaan penguatan Positif dan negatif dengan hukuman, penguatan (positif-negatif) memberikan stimulus positif atau menghilangkan stimulus negatif. Sedangkan hukuman memberikan stimulus negatif atau penghilangan stimulus positif.
Keempat teori dari teori modern diatas adalah dikelompokkan dalam teori belajar behaviorisme. Pada hakikatnya teori behaviorisme hanya ada dua, yaitu teori Pengkondisian Instrumental dan teori Pengkondisian Operan. Teori ini banyak dilihat pada pengembangan tingkah laku seperti rajin belajar, hidup tertatur, suka olah raga, dan sebagainya. Namun dalam hal memahami, memecahkan masalah, mengkreasikan dan sejenisnya cukup sulit dalam pelaksanaannya.
5.Teori belajar  Kognisi, diciptakan oleh Bruner (Connell, 1974 dalam Pidarta, 2013). Teori ini menekankan pada cara individ mengorganisasikan apa yang telah ia alami dan pelajari. Sistem pengorganisasian merupakan kunci untuk memahami tingkah laku seseorang dan sebagai alat untuk berpikir untuk memecahkan masalah. Pendidikan harus mengembangkan ketrampilan berpikir, untuk itu dibutuhkan pelajaran yang terorganisasi dan saling berhubungan satu dengan lain.
6.Teori Belajar Bermakna, diciptakan oleh Ausubel. Teori ini menekankan pada perorganisasian pengetahuan yang didapat. Organisasi atau struktur kognisi ini dipandang sebagai faktor utama dalam belajar dan mengingat  materi-materi baru yang bermakna.
7.Teori belajar Insight atau Gestalt, teori ini memandang anak-anak belajar mulai dari suatu yang umum atau keseluruhan. Anak-anak memandang situasi belajar sebagai satu kesatuan atau gestalt dan merespon terhadap keseluruhan itu merupakan suatu yang penting untuk memahaminya. Teori gestalt ini dicontohkan dalam hal memandang muka manusia, jika bagian dari muka manusia itu dilihat satu persatu satu, tidak akan mudah melihatnya sebagai muka manusia, namun jika dilihat secara keseluruhan, maka akan dengan cepat dapat mengatakan bahwa ini muka manusia. Dalam pendidikan, pendidik biasanya memakai teori gestalt dalam hal belajar membaca, menulis, berbicara dengan bahasa asing dan menggambar, dan hasilnya lebih cepat.
8.Teori Lapangan atau Field, teori ini dipelopori oleh Lewin. Lewin menjelaskan prilaku manusia melalui tata cara mereka merespon terhadap faktor-faktor lingkungan, terutama lingkungan sosial. Teori ini juga disebut Teori Ruang Kehidupan. Ruang kehidupan seseorang adalah psikologi tempat orang itu hidup. Ruang kehidupan tersebut berubah dari waktu ke waktu. Dengan menstruktur kembali kekuatan-kekuatan vektornya, seseorang dapat mengisi sesuatu kebutuhan dan menilai kembali situasi itu. Dengan cara ini lebih efektif  menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan. Belajar adalah usaha untuk menilai kembali dan mendapatkan kejelasan dari ruang kehidupan, sehingga ruang kehidupan berkembang atau berubah.
9.Teori belajar Tanda atau Sign, teori ini dipelopori oleh Tolman yang mengatakan bahwa perilaku mengarah pada tujuan. Belajar adalah harapan bahwa stimulus akan diikuti oleh situasi yang lebih jelas. Ini berarti belajar lebih konsen dengan pengertian daripada dengan pengkondisian. Istilah Sign  dapat diartikan muncul tanda-tanda atau kejelasan.
10.Teori belajar Fenomenologi, teori ini diciptakan oleh Snygg dan Combs, yang memandang individu itu berada dalam keadaan dinamis yang stabil dan memiliki persepsi bersifat fenomenologi. Prilaku ditentukan oleh psikologi atau kenyataan fenomenologi bukan kenyataan objektif yang dapat diamati oleh pancaindera. Belajar adalah proses wajar dan normal sebagai dimensi pertumbuhan dan perkembangan. Belajar adalah hasil perubahan persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan.
11.Teori belajar Konstruktifis adalah teori belajar yang membiasakan peserta didik bertindak seperti ilmuan. Peserta didik mencari sendiri ilmu dengan menganalisis fakta-fakta yang ada, kemudian mensintesis, lalu mengambil kesimpulan. Jadi mereka mengkonstruksi sendiri pengetahuan-pengetahuan mereka.
12.Teori belajar kuantum adalah teori belajar yang berusaha membuat peserta didik merasa antusias seperti halnya dalam kehidupann sehari-hari. Yang diperhatikan dalam pembelajaran adalah lingkungan kondusif, individualitas peserta didik, materi yang menantang, suasana wajar dan pendidik beserta peserta didik sama-sama merasa ditekan.

Dari uraian teori-teori belajar diatas, dapat disimpulkan,  sebagai berikut:
1.Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2.Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3.Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2013:210).

C.Kesiapan Belajar dan Aspek – aspek Individu
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Sementara itu kesiapan kognisi bertalian dengan pengetahuan, pikiran dan kualitas berfikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang baru. Kemampuan – kemampuan ini bergantung pada tingkat kematangan intelektual.   Latar belakang pengalaman, dan cara-cara pengetahuan sebelumnya distruktur (Connell, 1974).
Contoh kematangan intelektual antara lain adalah tingkat- tingkat perkembangan kognisi piaget yang telah diuraikan pada bagian psikologi perkembangan. Berkaitan dengan latar belakang pengalaman tersebut diatas, Ausebel mengatakan faktor yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa yang sudah diketahui anak. Sedangkan perihal menstruktur kognisi dalam banyak kasus para siswa dapat menstruktur kembali pengetahuannya untuk penyesuaian dengan materi-materi baru yang diterima pendidik. Akan tetapi pada kasus-kasus yang lain, struktur kognisi itu dipegang erat-erat sehingga membuat pendidik mencari pendekatan lain, agar anak-anak dapat menangkap materi pelajaran baru itu.
Connell (1974) menulis bahwa seumlah penelitian mengatakan motovasi atau kesiapan afeksi belajar di kelas bergantung kepada kekuatan motif atau kebutuhan berprestasi, orientasi motivasi itu sendiri, dan faktor-faktor situasional yang mungkin dapat membangunkan motivasi. Ciri-ciri motivasi yang mendorong untuk berprestasi adalah mengejar kompetensi, usaha mengaktualisasi diri, dan usaha berprestasi. Hal ini dikenal dengan istilah kebutuhan untuk berprestasi, salah satu kebutuhan dalam teori motivasi McCelland.
Pendekatan yang lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi motivasi adalah dengan program intervensi selama anak duduk di TK dan kelas-kelas awal di SD. Intervensi ini bisa dalam bentuk:
1.Memperbanyak ragam fasilitas di TK
2.Memberi kesempatan kepada orang tua untuk menyaksikan interaksi yang efektif di TK dan SD. Pola interaksi itu adalah:
a.Memberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan.
b.Membuat kegiatan-kegiatan berprestasi berhasil.
c.Menciptakan tujuan-tujuan yang menantang, tidak terlalu gampang atau terlalu sukar.
d.Memberi keyakinan untuk sukses serta menghargai kemampuan-kemampuannya.
e.Membuat setiap anak tertarik dan gemar belajar.

Kesaksian orang tua ini bisa menambah semangat anak-anak belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka.
Sesudah mendapatkan informasi tentang kesiapan belajar, baik kesiapan kognisi maupun kesiapan afeksi atau motivasi, kini tiba gilirannya untu membahas aspek-aspek individu. Dalam proses pendidikan peserta didiklah yang harus memegang peranan utama. Sebab mereka adalah individu yang hidup dan mampu berkembang sendiri. pendidikan harus memberlakukan dan melayani perkembangan mereka secara wajar.
Karena peserta didik sebagai individu, maka ada pula orang yang menyebutnya sebagai subjek didik. Mereka mampu melakukan kegiatan sendiri untuk mengembangkan dirinya masing-masing dengan menggunakan perlengkapan-perlengkapan yang mereka miliki.
Perlengkapan peserta didik sebagai subjek dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok:
1.Watak, ialah sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang hampir tidak dapat diubah.
2.Kemampuan umum atau IQ, ialah kecerdasan yang bersifat umum.
3.Kemampuan khusus atau bakat, ialah kemampuan tertentu yang dibawa sejak lahir.
4.Kepribadian, ialah penampilan seseorang secara umum, seperti sikap, besarnya motivasi, kuatnya kemauan, kesopanan, toleransi dan sebagainya.
5.Latar belakang, ialah lingkungan tempat dibesarkan terutama lingkungan keluarga.

Dalam kaitannya dengan tugas pendidikan terhadap usaha membina peserta didik, terutama di Indonesia yang menginginkan perkembangan total ada baiknya perlu mempertimbangkan segi jasmani yang juga dikembangkan atau ditumbuhkan. Dengan demikian fungsi jiwa dan tubuh atau aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut:
1.Rohani
a.Umum, terdiri dari: (1) Agamis, (2) Perasaan, (3) Kemauan dan (4) Pikiran
b.Sosial, terdiri dari: (1) kemasyarakatan, dan (2) Cinta tanah air

2.Jasmani:
a.Keterampilan
b.Kesehatan
c.Keindahan tubuh

Dari kesembilan aspek individu tersebut, ada beberapa yang perlu diberi penjelasan. Antara lain adalah aspek keagamaan, di Indonesia aspek agama adalah merupakan hal yang sangat penting sehingga harus ditangani oleh lembaga pendidikan agar lebih efektif. Aspek lain yang perlu dijelaskan adalah aspek kemasyarakatan dan cinta tanah air. Kedua aspek memiliki kesamaan, yaitu sama-sama merupakan sikap sosial. Bedanya ialah kemasyarakatan hanya mencakup masyarakat yang relatif dekat dengan individu bersangkutan yaitu tempat ia mengadakan komunikasi, sedangkan cinta tanah air bersifat luas, yaitu mencakup seluruh wilayah Indonesia. Kedua aspek ini dipandang perlu dikembangkan mengingat seringnya terjadi kerusuhan-kerusuhan baik dalam negeri sendiri maupun diluar negeri yang bersumber dari lemahnya sikap sosial dan kuatnya individualisme.
Menurut konsep pendidikan di Indonesia, individu manusia harus berkembang secra total membentuk manusia berkembang seutuhnya dan diwarnai oleh sila-sila Pancasila. Yang disebut berkembang total atau seutuhnya  ialah perkembangan individu yang memenuhi ketiga kriteria berikut:
1.Semua potensi berkembang secara proporsional, berimbang dan harmonis. Artinya pelayanan terhadap potensi-potensi itu tidak pilih kasih dan disesuaikan dengan tingkat potensinya masing-masing.
2.Berkembang secara optimal, artinya potensi-potensi yang dikembangkan diusahakan setinggi mungkin sesuai dengan kemampuan daya dukung pendidikan, seperti sarana, media, metode, lingkungan belajar dan sebagainya.
3.Berkembang secara integratif, ialah perkembangan semua potensi atau aspek itu saling berkaitan satu dengan yang lain dan saling menunjang menuju suatu kesatuan yang bulat.
Arah dan wujud perkembangan itu adalah sejalan dengan filsafat pancasila.

D.Implikasi terhadap Pendidikan
Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial, dan kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepaada konsep pendidikan. Implikasinya kepada konsep pendidikan adalah sebagai berikut:
1.Psikologi perkembangan bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi, dan pada kognisi, semuanya memberi petunjuk pada pendidik bagaimana seharusnya ia menyiapkan dan mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana membina anak-anak agar mereka mau belajar dengan sukarela.
2.Psikologi belajar
a.Yang klasik
1)Disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih soal-soal.
2)Naturalis/aktualisasi diri bermanfaat untuk pendidikan seumur hidup.
b.Behavioris bermanfaat atau cocok untuk membentuk perilaku nyata, seperti mau menyumbang, giat bekerja, gemar menyanyi, dan sebagainya
c.Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan, untuk berkreasi menciptakan sesuatu bentuk atau ide baru.
3.Psikologi sosial
a.Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari prilaku yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi oleh sikap serta perasaan kita.
b.Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi, dan meniru sikap para tokoh.
c.Sama halnya dengan sikap, motivasi anak-anak juga perlu dikembangkan pada saat yang memungkinkan melalui,
1)Pemenuhan minat dan kebutuhannya
2)Tugas-tugas yang menantang
3)Menanamkan harapan yang sukses dengan cara sering memberikan pengalman sukses
d.Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan, dan belajar dalam kelompok.
e.Pendidik perlu membendung perilaku agresif anti sosial, tetapi mengembangkan agresif prososial dan sanksi.
f.Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan anak-anak.
4.Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi dengan baik.
5.Kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang sama oleh pendidik dan dilayani secara berimbang.
6.Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya memenuhi tiga kriteria, yaitu:
a.Semua potensi berkembang secara proposional atau berimbang dan harmonis.
b.Potensi-potensi itu berkembang secara optimal.
c.Potensi-potensi berkembang secara integratif.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari bayi hingga dewasa.
Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.
Implikasi psikologi dalam pendidikan ini sebagian besar dalam bidang kurikulum, karena materi pelajaran dan proses belajar mengajar itu harus sejalan dengan perkembangan, cara belajar, cara peserta didik dan pendidik mengadakan kontak sosial, dan kesiapan mereka belajar.

B.Saran
Karena begitu pentingnya landasan psikologis dalam pendidikan maka seluruh calon pendidik dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta mengaplikasikan landasan psikologis dalam pendidikan agar proses pendidikan berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA


Pidarta, Made. 2013. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:  Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar dan S.L.La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta.
W.A. Gerungan. 2010. Psikologi Sosia. Jakarta: Refika Aditama.

Wednesday, 27 January 2016

Landasan Landasan Dalam Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu (filsafat, sosiologis dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya. Selanjutnya, ada dua landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, utamanya pengajaran, yakni landasan psikologis yang akan membekali tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan cara-cara belajarnya, landasan IPTEK yang akan membekali tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran serta landasan-landasan lainnya sebagai berikut.

B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah
1)Apa saja jenis-jenis landasan pendidikan yang mendukung kegiatan pendidikan?

C.Tujuan
Praktek pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Tujuan dalam pembahasan jenis – jenis landasan pendidikan ini yaitu :
a.Mengarahkan peserta didik agar mampu melaksanakan berbagai peran sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku yang telah diakui.
b.Mengetahui bahwa landasan – landasan pendidikan sebagai titik tolak praktek pendidikan, maksudnya landasan pendidikan ini akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, dan memilih cara – cara pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Pembahasan mengenai semua ini berkaitan dengan pandangan filosofis tertentu. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal sampai seakar-akarnya, menyeluruh dan konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep mengenai kehidupan dan dunia. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat. Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada manusia, apakah pendidikan bukan merupakan keharusan, mengapa? Kemungkinan pendidikan diberikan kepada manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai hakikat manusia.  Bahasan mengenai hakikat manusia itu, dapat dijawab melalui kajian filosofis. Pendidikan itu mungkin diberikan dan bahkan harus, karena manusia adalah makhluk individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk personalitas, makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi. Essensialisme, perenialisme, pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah merupakan aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan praktik pendidikan.

1)Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan filsafat idealisme dan realisme secara eklektis. Aliran ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki ( essensial ), yaitu liberal arts. Yang termasuk the liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, matematika, sejarah dan seni.
Aliran tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah formal adalah adanya penetapan berbagai mata pelajaran yang disajikan atau dituangkan dalam kurikulum sekolah. Namun demikian hal tersebut tidak berarti memisahkan antar mata pelajaran tetapi semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pembagian dalam berbagai mata pelajaran tersebut dapat memudahkan dan membantu siswa untuk mempelajari dan memahami tahap demi tahap, yang pada akhirnya menyeluruh (holistik). Karena semua mata pelajaran tersebut diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial

2)Perenialisme
Perenialisme hampir sama dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan pada keabadian atau ketetapan atau kehikmatan ( perennial = konstan ). Ada persamaan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered).
Perbedaannya ialah pernialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu:
a.Pengetahuan yang benar (truth).
b.Keindahan (beauty).
c.Kecintaan kepada kebaikan (goodness).

Juga sebaliknya kurikulum bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencakup:
a.Bahasa
b.Matematika
c.Logika
d.Ilmu Pengetahuan Alam
e.Sejarah

Dalam aliran ini menggambarkan pendidikan menekankan pentingnya penanaman nilai kebenaran, keindahan, kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan relaitas kehidupan manusia yang di dalam dirinya selalu condong kepada kebaikan dan kebenaran yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Jika hal tersebut tidak tampak dalam penyelenggaraan pendidikan maka akan tidak bisa diterima dan menimbulkan pro dan kontra.

3)Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis. Pragmatisme aliran filsafat yang menekankan pada manfaat atau kegunaan praktis. Penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui 5 tahap, yaitu:
a.Situasi tak tentu.
b.Diagnosis.
c.Hipotesis.
d.Pengujian Hipotesis.
e.Evaluasi

Progresivisme (gerakan pendidikan progresif) mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain : Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar. Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar. Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar. Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan reformasi pedagosis dan eksperimentasi.
Aliran ini pada hakekatnya mengajarkan kepada pendidik dan penyelenggara pendidikan untuk mendidik bagaimana berpikir kritis, sistematis, ilmiah dan mampu menguji kebenaran dalam ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah. Karena kebenaran yang ada itu bisa bersifat relatif bahkan bisa menjadi salah jika ditemukan teori yang baru.

4)Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionisame merupakan kelanjutan dari progresivisme. Mazab ini berpandangan bahwa pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik. Karena itu pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi kemasyarakatan yang demokratis.

5)Pancasila
Bahwa pancasila merupakan aliran filsafat tersendiri yang dijadikan landasan pendidikan, bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang pendidikan yang berlaku. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional bedasarkan Pancasila dan UUD 45. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1987 tetang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara Republik Indonesia. P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan . Perlu ditegaskan bahwa Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 , yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1989 tersebut diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari Pancasila.

B.Landasan Sosiologis
Pada bagian depan telah dikemukakan bahwa manusia selalu hidup bersama dengan manusia lain. Kajian-kajian sosiologis telah dikemukakan pada waktu membahas hakikat masyarakat. Masyarakat dengan berbagai karakteristik sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan bagi kegiatan pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan bawah. Fenomena-fenomena sosial dan struktur sosial yang ada pada masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan sebagaimana telah diuraikan di muka.
a.Pengertian tentang Landasan Sosiologis
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4 bidang, yaitu:
a)Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
b)Hubungan kemanusiaan di sekolah.
c)Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
d)Sekolah dalam komunitas.
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan diluar sekolah. Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde Baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.
Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, utamanya dalam bidang pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari “Bhineka Tunggal Ika” makin mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah (misalnya dengan mata pelajaran pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dll) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dll) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.

C.Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat merupakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang. Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2) kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu, (3) kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku, dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu kebudayaan.
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan / dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung.
a.Pengertian tentang Landasan Kultural
Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk menstranmisi kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan , yakni sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan. Dalam bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan, antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teashing a conserving activity).
b.Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Sistem pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia (UU RI No. 2/1978) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima sacara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai dengan asas Bhineka Tunggal Ika.

D.Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia. Ketika membahas hakikat manusiapun ada pandangan-pandangan psikologik, seperti behaviorisme, humanisme dan psikologi terdapat cukup banyak. Contoh, tipe-tipe manusia yang dikemukakan oleh Eduard Spranger, ia menyebut ada enam tipe manusia, yaitu manusia tipe teori, tipe ekonomi, tipe keindahan ( seni ), tipe sosial, tipe politik dan tipe religius. Model-model belajar juga dikemukakan oleh para psikolog seperti Skinner, Watson, dan Thorndike. Bahwa manusia mempunyai macam-macam kebutuhan dikemukakan misalnya oleh Maslow. Perkembangan peserta didik dengan tugas-tugas perkembangan terkait dengan pola pendidikan. Sifat-sifat kepribadian dengan tipe-tipenya masing-masing, juga terkait dengan pendidikan. Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi berbeda dengan bangsa Amerika ( Barat ), maka pendidikan menggunakan landasan psikologis.

E.Landasan Ilmiah dan Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS mempunyai kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS merupakan salah satu bagian dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam rangka pewarisan atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu sendiri juga menggunakan IPTEKS sebagai media pendidikan. IPTEKS yang selalu berkembang dengan pesat harus diikuti terus oleh pendidikan, sebab kalau tidak maka pendidikan menjadi sangat ketinggalan dengan IPTEKS yang sudah berkembang di masyarakat. Cara-cara memperoleh dan mengembangkan ilmu (epistemologi ) dibahas dalam pendidikan, hingga pemanfaatan ilmu bagi umat manusia, kaitan ilmu dengan moral, politik, dan sosial menjadi tugas pendidikan.
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi).
a.Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan (Knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistomologis dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu atau ilmu pengetahuan (science); kata sifatnya ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya disebut ilmuwan. Dengan demikian, pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu sosial/social sciences dan ilmu-ilmu alam/natural sciences), humaniora (seni, fisafat , bahasa, dsb). Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat daari informasi itu.
b.Perkembangan Iptek sebagai landasan Ilmiah
Pengembangan dan pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan : Penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius.
Kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik. Pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.

F.Landasan Religi
Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber  dari religi atau agama yang menjadi titik tolak  dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Seseorang yang tidak memahami agama tidak akan mampu mengembangkan pengetahuan yang mereka dapat. Seperti yang kita ketahui ilmu tanpa agama akan menjadi buta, dan agama tanpa ilmu akan menjadi lumpuh. Dalam mengembangkan ilmu yang kita dapatkan, maka peranan agama sangat berpengaruh.Sehingga ajaran agama dan ilmu yang kita dapatkan harus berjalan dengan seimbang. Selain itu ilmu juga bisa kita dapatkan pada kitab suci, seperti umat Hindu dapat mempelajari kitab suci Weda untuk mendapatkan ilmu, dan dapat mengembangkannya sesuai dengan ajaran – ajaran kitab suci tersebut.

G.Landasan Hukum
Landasan Hukum dapat diartikan peraturan buku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh aturan – aturan buku ini, contohnya aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, supervisi, yang sebagian besar dikembangkan sendiri oleh para pendidik.Landasan hukum yang dijadikan peraturan buku dalam kegiatan pendidikan meliputi :
1. Pancasila
2. UUD 1945

Pendidikan juga diatur dalam UUD 1945, Dimana menurut UUD 1945 Pasal – pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, dan system pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.
Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional
Undang – Undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, dasar, fungsi  dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga Negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, standar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan dan lain sebagainya.
Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang – Undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

H.Landasan Histori Pendidikan
Landasan Histori Pendidikan dapat diartikan dengan Sejarah Pendidikan Dunia. Usia sejarah pendidikan dunia sudah sangat lama yaitu meliputi :
a.Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan – penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan – pendidikan sebelumnya yang banyak berikblat pada dunia ide, dunia surge dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang praktis. Menurut alilran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui pengindraan semata tetapi juga melalui persepsi pengindraan.
b.Zaman Rasionalisme
Tokoh pendidikan pada zaman ini yaitu John Locke yang pada abad ke- 18. Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya sendiri. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan raja perancis yang memiliki kekuasaan absolute. Teorinya yang terkenal adalah Leon tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis diatas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan manusia dapat mengarahkan manusia ke hal-hal yang negative, seperti intelektualisme, individualisme dan materialisme.
c.Zaman Naturalisme
Pada abak ke- 18 muncullan aliran Naturalisme sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme dengan tokohnya J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat – buat sampai pada korupsi, anak – anak dipandang sebagai manusia dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati. Naturalisme juga menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan – kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran didalam dirinya sendiri.
d.Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi :
-Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
-Pendidikan adalah pengembangan pembawaan yang disertai asuhan yang baik.
e.Zaman nasionalisme
Zaman Nasionalisme muncul pada abad ke- 19 sebagai upaya membentuk patriot – patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah :
-Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan Negara
-Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan
f.Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah untuk memperkuat kedudukan penguasa atau pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah pada individualism. Sedangkan positivism percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehinnga kepercayaan terhadap agama semakin melemah.
g.Zaman Sosialisme
Aliran social dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Nartorp mengatakan individu ibarat atom – atom yang tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu pula individu sebenarnya tidak ada, sebab individu adalah suatu abstraksi saja dari masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan – tujuan nasional.

I.Landasan Ideologi
Ideologi merupakan istilah yang bisa diartikan sebagai sebuah system berpikir   
( yang diyakini oleh sekelompok orang ) yang mendasari setiap langkah dan gerak mereka dalam kehidupan sosialnya. Ideologi dapat diartikan pula sebagai sebuah pemahaman tentang bagaimana memandang dunia ( realitas ). Oleh karena itu ideology merupakan landasan bagi pemaknaan realitas. Kata ideology sendiri berasal dari bahasa Yunani  idea ( idea tau gagasan ) dan logos ( studi tentang atau pengetahuan tentang ).
Jadi ideology adalah system gagasan yang mempelajari keyakinan – keyakinan dan hal – hal ideal, asas haluan, dan pandangan hidup.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pendidikan sangatlah penting didalam kehidupan kita, ada beberapa landasan yang mendukung pendidikan tersebut. Landasan pendidikan disini mempunyai arti sebagai titik tumpu atau titik tolak dalam mewujudkan pendidikan tersebut. Landasan pendidikan disini mempunyai tujuan yaitu Mengarahkan peserta didik agar mampu melaksanakan berbagai peran sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku yang telah diakui. Ada beberapa jenis – jenis landasan pendidikan yang mendukung pendidikan yaitu :
a.Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu.
b.Landasan Sosiologi
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.
c.Landasan Kultural
Landasan kultural berfungsi untuk menstranmisi kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman.
d.Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia.
e.Landasan llmiah dan Teknologi serta Seni
Landasan Ilmiah dan Teknologi serta seni merupakan segala sesuatu pendidikan itu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio).
f.Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber  dari religi atau agama yang menjadi titik tolak  dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
g.Landasan Hukum dapat diartikan peraturan buku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
h.Landasan Histori Pendidikan dapat diartikan dengan Sejarah Pendidikan Dunia.
Landasan histori ini menjelaskan pendidikan pada zaman – zaman sejarah, yaitu Zaman realism, rasionalisme, naturalisme, developmentalisme, nasionalisme, liberalisme, positivisme, individualisme, sosialisme
i.Landasan Ideologi
Landasan ideology adalah landasan yang mempelajari keyakinan – keyakinan dan pandangan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

http://adamakalahlengkap.blogspot.co.id/2016/01/landasan-landasan-dalam-pendidikan.html
Ahmad, Abu dan Tri Prasetyo Joko. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Balai Pustaka Setia.
Depdiknas. (2001) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Jalaludin. (2004) Psikologi Agama, Jakarta : Rajawali Pres.
Meilanie,Sri Martini.2009.Pengantar Ilmu Pendidikan.Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
Parsono, dkk., 1990. Landasan Kependidikan. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud.
Pidarta, Made. (2007) Landasan Kependidikan, Jakarta : Rineka Cipta.
Suhartono, Suparlan. (2008). Wawasan Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Tirtaraharja, Umar, La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta